Presiden Joko Widodo menilai bukan komunisme, melainkan radikalisme dan faham garis keras yang menjadi ancaman terbesar buat dasar negara. “Sekarang ini telah terjadi infiltrasi ideologi yang ingin menggantikan Pancasila dan memecah belah kita,” katanya dalam pidato dalam Pertemuan Pimpinan Perguruan Tinggi se-Indonesia di Bali, Selasa (26/9).
“Apabila kita semua masih cinta Indonesia, kita harus menghentikan infiltrasi ideologi, radikalisme, dan terorisme di perguruan tinggi seluruh Indonesia agar rasa persatuan dan persaudaraan semakin kuat. Jangan sampai hasil kerja keras untuk anak cucu kita hancur karena terorisme dan radikalisme sehingga bangsa kita jadi bangsa yang mundur,” ungkapnya.
“Jangan sampai kampus-kampus menjadi lahan penyebaran ideologi anti-Pancasila, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.”
Isu kebangkitan PKI dihembuskan kuat
Pesan tersebut dilayangkan ketika isu kebangkitan komunisme di Indonesia sedang dihembuskan dengann kuat, terutama di kalangan kelompok Islam konservatif. Belakangan sejumlah tokoh seperti Kivlan Zein dan Amien Rais aktif menyuarakan bahaya PKI di Indonesia.
-
Anak Mantan Teroris Merajut Masa Depan di Pesantren al-Hidayah
Ujung Tombak Deradikalisasi
Seperti banyak pesantren lain di Sumatera, pesantren Al-Hidayah di Deli Serdang, Sumatera Utara, didirikan ala kadarnya dengan bangunan sederhana dan ruang kelas terbuka. Padahal pesantren ini adalah ujung tombak program deradikalisasi pemerintah.
-
Anak Mantan Teroris Merajut Masa Depan di Pesantren al-Hidayah
Mantan Teroris Perangi Teror
Perbedaan paling mencolok justru bisa dilihat pada sosok Khairul Ghazali, pemimpin pondok yang merupakan bekas teroris. Dia pernah mendekam empat tahun di penjara setelah divonis bersalah ikut membantu pendanaan aktivitas terorisme dengan merampok sebuah bank di Medan.
-
Anak Mantan Teroris Merajut Masa Depan di Pesantren al-Hidayah
Tameng Radikalisme
Bersama pesantren tersebut Al-Ghazali mengemban misi pelik, yakni mendidik putra mantan terpidana teroris agar menjauhi faham radikal. Radikalisme “melukai anak-anak kita yang tidak berdosa,” ujar pria yang dibebaskan 2015 silam itu. Jika tidak dibimbing, mereka dikhawatirkan bisa terpengaruh ideologi teror.
-
Anak Mantan Teroris Merajut Masa Depan di Pesantren al-Hidayah
Derita Warisan Orangtua
Saat ini Pesantren al-Hidayah menampung 20 putra bekas teroris. Sebagian pernah menyaksikan ayahnya tewas di tangan Densus 88. Beberapa harus hidup sebatang kara setelah ditinggal orangtua ke penjara. Menurut Ghazali saat ini terdapat lebih dari 2.000 putra atau putri jihadis yang telah terbunuh atau mendekam di penjara.
-
Anak Mantan Teroris Merajut Masa Depan di Pesantren al-Hidayah
Uluran Tangan Pemerintah
Pesantren al-Hidayah adalah bagian dari program deradikalisasi yang digulirkan pemerintah untuk meredam ideologi radikal. Untuk itu Presiden Joko Widodo mengalihkan lebih dari 900 milyar dari dana program Satu Juta Rumah untuk membantu pembangunan pondok pesantren yang terlibat dalam program deradikalisasi.
-
Anak Mantan Teroris Merajut Masa Depan di Pesantren al-Hidayah
Perlawanan Penduduk Lokal
Meski mendapat bantuan dana pemerintah buat membangun asrama, pembangunan masjid dan ruang belajar di pesantren al Hidayah tidak menggunakan dana dari APBN. Ironisnya keberadaan Pesantren al-Hidayah di Deli Serdang sempat menuai kecurigaan dan sikap antipati penduduk lokal. Mulai dari papan nama yang dibakar hingga laporan ke kepolisian, niat baik Ghazali dihadang prasangka warga.
-
Anak Mantan Teroris Merajut Masa Depan di Pesantren al-Hidayah
Peran Besar Pesantren Kecil
Al-Hidayah adalah contoh pertama pesantren yang menggiatkan program deradikalisasi. Tidak heran jika pesantren ini acap disambangi tokoh masyarakat, entah itu pejabat provinsi atau perwira militer dan polisi. Bahkan pejabat badan antiterorisme Belanda pernah menyambangi pesantren milik Ghazali buat menyimak strategi lunak Indonesia melawan radikalisme.
-
Anak Mantan Teroris Merajut Masa Depan di Pesantren al-Hidayah
Trauma Masa Lalu
Melindungi anak-anak mantan teroris dianggap perlu oleh Kepala BNPT, Suhardi Alius. Abdullah, salah seorang santri, berkisah betapa ia kerap mengalami perundungan di sekolah. “Saya berhenti di kelas tiga dan harus hidup berpindah,” ujarnya. “Saya dikatai sebagai anak teroris. Saya sangat sedih.” Pengalaman tersebut berbekas pada bocah berusia 13 tahun itu. Suatu saat ia ingin menjadi guru agama.
-
Anak Mantan Teroris Merajut Masa Depan di Pesantren al-Hidayah
Stigma Negatif Bahayakan Deradikalisasi
Stigma negatif masyatakat terhadap keluarga mantan teroris dinilai membahayakan rencana pemerintah memutus rantai terorisme. Terutama pengucilan yang dialami beberapa keluarga dikhawatirkan dapat berdampak buruk pada kondisi kejiwaan anak-anak. Ghazali tidak mengutip biaya dari santrinya. Ia membiayai operasional pesantren dengan beternak dan bercocok tanam, serta menjual hasil panen.
Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo bahkan sampai mewajibkan prajuritnya menonton film Pengkhianatan G30S-PKI. Di sejumlah tempat TNI juga menggelar acara nonton bareng dengan warga sipil.
Saat ini kelompok garis keras yang tergabung dalam jaringan Alumni 212 merencanakan menggelar Aksi Bela Islam 299 pada 29 September mendatang untuk menolak kebangkitan PKI dan keberadaan Perppu 2/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Dengan motto “Ganyang Pelindung PKI,” demonstran direncanakan melakukan sholat berjamaah di mesjid-mesjid di sekitar gedung DPR RI.
Namun Istana Negara melihat ada ancaman lain yang jauh lebih mendesak dan menyerukan masyarakat agar menjunjung tinggi asas kebhinekaan. “Tanamkan bahwa kebinekaan adalah sumber kekuatan bangsa Indonesia dan betapa kita ini sangat beragam. Negara ini kokoh menjadi satu dengan dasar Pancasila. Dengan bekerja bersama, marilah kita rawat NKRI. Perkuat Pancasila, tolak radikalisme dan terorisme,” kata Jokowi.
Radikalis lebih Kejam dibanding PKI, banyak tersebar mengelilingi Jokowi