Warga biasa atau wong cilik di Pulau Flores, NTT, mengaku sangat kecewa karena tidak bisa secara langsung menyaksikan penyelenggaraan Sail Komodo, di P Pede, Pulau Komodo, Manggarai Barat, Jumat (14/9) pagi ini.
Mereka dibebaskan berada di luar pagar atau kurang lebih 100 meter dari panggung kehormatan, tempat duduk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan tamu undangan.
“Kami tidak diijinkan masuk karena tidak ada kartu identitas Sail Komodo. Sudah berpakaian bagus dan rapih tetapi ditolak, sakit hatijuga,” kata Yosep Semah (50), ketua kelompok petani Lembor dengan dialek Manggarai, yang mengaku ditolak setelah mencoba membujuk petugas keamanan agar bisa masuk ke tempat penyelenggaraan.
Seperti pantauan SP di lapangan, warga yang terdiri dari balita, anak-anak hingga lanjut usia berbondong-bondong membanjiri tempat pembukaan Sail Komodo sejak pukul 06.00 WIT, satu setengah jam sebelum acara tersebut dijadwalkan akan dibuka Presiden.
Sebagian dari mereka mengambil kesempatan ini untuk berjualan makanan ringan dan minuman, tetapi ada juga yang khusus ingin menyaksikan pembukaan Sail, melihat lebih dekat Presiden, dan separuhnya lagi ingin menyaksikan atraksi kapal laut serta terjun payung.
Ribuan warga itu hanya mengandalkan bayangan pohon untuk berlindung, dan sebagian bahkan duduk di atas kuburan di sekitarnya, juga panas dan kehausan.
Sementara, sekitar 70-100 meter di depan mereka duduk para tamu undangan di bawah tenda merah putih, dengan bingkisan di setiap kursi yang berisikan topi, kaos, makanan ringan serta air mineral dan sebagian ada boneka.
“Seperti orang asing di tanah sendiri. Padahal boleh dibilang ini event yang hanya ada sekali dalam hidup, tetapi kami merasa bukan bagian darinya, ” kata Yosep yang mengaku sudah menginap di Labuan Bajo sejak enam hari sebelum event ini digelar.
Padahal setahu Yosep, penyelenggaraan Sail Komodo ini bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat di Pulau Flores. Tetapi demi keamanan Presiden, warga tidak boleh mendekat.
“Kalau wajah pak Presiden kami sudah sering liat di televisi, tapi event seperti ini tidak mungkin kami lihat lagi,” katanya.
Lambertus (36) juga menyayangkan manajemen penyelenggaraan Sail Komodo yang tidak menyediakan tempat layak buat warga, walaupun tidak perlu harus berdekatan dengan tamu undangan.
“Harusnya sudah jauh-jauh hari diumumkan, warga didaftarkan untuk mendapat kartu masuk,” katanya.
Mereka harus berdesakan untuk menyaksikan atraksi kapal layar, kapal perang dan terjun payung di perairan Pantai Pede. Dari kejauhan mereka berdecak kagum, bersorak dan bertepuk tangan, sambil mengucapkan.
“Luar biasa. Ini sejarah seumur hidup. Meskipun Komodo punah, Sail Komodo mungkin tidak akan dilupakan,” kata ibu Maria yang sedang mengandung 6 bulan dengan antusias.