Faktor Emosi Mendominasi Publik untuk Pilih Jokowi Jadi Presiden

JAKARTA – Sosok Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo saat ini menjadi sangat fenomenal. Ia pun melambung tinggi ke atas langit dan terus digadang-gadang publik menjadi presiden.

Namun, menurut Pakar Psikologi Politik dari Universitas Indonesia (UI),Hamdi Muluk melihat publik melihat sosok Joko Widodo dari sisi emosi bukan rasio atau faktor kognitif lainnya.

Bahkan gairahnya, kata Hamdi sudah sampai pada taraf seperti orang yang dimabuk cinta.

“Kalau enggak kawin sama dia, enggak usah kawin deh. Nah, kalau nanti ternyata pak Jokowi ‘tidak bisa dikawinin’, maju jadi Capres, mendingan tidak usah datang ke TPS. Bisa jadi begitu anggapan publik,” ujar Hamdi di WHIZ Hotel, Cikini, Jakarta, Minggu (9/2/2014).

Dalam dunia politik faktor emosi tersebut cenderung lebih besar ketimbang faktor kognitif atau rasio. Dan yang paling sulit, menurut Hamdi, bagi seorang calon presiden adalah menimbulkan rasa suka oleh rakyat.

Selain itu juga, lanjut Hamdi sosok Jokowi adalah jawaban atas kerinduan mendalam masyarakat selama ini, di tengah para politisi lainnya yang ada sekarang ini.

“Ya itu sosok perhatian, dekat dengan rakyat, tidak arogan, tidak pamer kekuasaan, terus senang bekerja. Kemudian lebih tulus, dianggap tokoh yang bersih, dekat dengan rakyat, aspiratif dengan melakukan blusukan itu contohnya. Dan kata kunci masyarakat sekarang itu adalah bersih dari korupsi, itu disukai masyarakat. Jokowi memiliki itu semua sekarang,” kata Hamdi.