Huang De Wei 黃德維, Asisten Pribadi The Ning King untuk Kegiatan Mandarin


Huang De Wei 黃德維, Asisten Pribadi The Ning King untuk Kegiatan Mandarin

  dilaporkan: Liu Setiawan

 

 Bali, 12 Nopember 2025/Indonesia Media – Almarhum The Ning King, lahir di Bandung, Jawa Barat pada 20 April 1931, untuk bangsa dan negara Indonesia dari tokoh bisnis di Indonesia yang visioner tanpa harus mengganti nama Tionghoanya. Almarhum pak The, pendiri Argo Manunggal Group dan tokoh penting di balik pengembangan kawasan Alam Sutera. Beliau telah berpulang pada 2 November 2025 di Singapura, dalam usia 94 tahun. Tapi jasa-jasanya terutama untuk kontribusi perekonomian nasional, alm. Pak The punya visi yang luar biasa, terutama saat awal memulai perjalanan usahanya di industri tekstil pada awal 1960-an.

 

Masa-masa muda alm. The Ning King, terutama daya ingatnya yang di atas rata-rata. Banyak yang menilai seperti itu. Misalkan pada rapat/pertemuan, sempat bahas topik tertentu. Lalu selanjutnya, dia masih ingat poin-poin nya. “Saya (Huang De Wei / 黃德維) mendampingi di masa tuanya beliau saja (usia 80 tahun). Tapi waktu masih muda, almarhum juga punya daya ingat yang tinggi. kegiatan saya (sebagai asisten), misalkan rapat dengan pebisnis China karena banyak yang tidak bisa bahasa Indonesia. Sehingga saya bantu terjemahan termasuk surat menyurat, notulen rapat,” kata Wira.

 

Waktu masih muda, almarhum juga tegas. Para direktur, misalkan dipanggil, satu bulan kemudian, dia masih ingat materi pembahasan. Almarhum selalu tanya terutama apa yang diperintahkan. Wira juga bantu untuk kegiatan sosialnya almarhum termasuk CSR (corporate social responsibility) di sekolah, pertukaran budaya PPIT (perhimpunan persahabatan Indonesia Tiongkok). “Saya mulai bantu almarhum tahun 2014 – 2020. Saya bantu terjemahan, surat menyurat dalam bahasa mandarin, dan proyek tertentu. Tapi proyek, sebatas penjajakan bisnis investasi, tidak semuanya bisa berjalan efektif sesuai rencana awal,” kata Wira, alumni salah satu universitas di Taiwan.

 

Kegiatan lain almarhum, yakni Perkumpulan Hokchia se-dunia, yang sempat membangun hotel di Kuching Malaysia. Pembangunan hotel secara patungan dengan perantauan suku Fuqing dunia di kota Fuqing prov. Fujian China, yang notabene tempat kelahiran asal leluhur alm. pak The. Beliau sempat juga membangun sekolah akademi tekstil di Bandung, membeli tanah untuk pavilion Museum Budaya Tionghoa di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). “Saya sebagai asisten sebatas mendampingi saja, terutama kalau audiens atau tamu pak The, asal China dan tidak bisa bahasa Indonesia,” kata Wira (Huang De-wei).

 

Pengabdian almarhum sudah mulai sejak zaman Orde Lama (Orla), yakni ketika ditunjuk Ali Sastroamidjojo (perdana Menteri ke-8 Indonesia) dan alm. Sukamdani Sahid Gitosardjono untuk percepatan pertumbuhan ekonomi saat itu. Waktu Orla, Waktu ditunjuk oleh Sastroamidjojo, beliau menjabat sekretaris Bahasa mandarin. Tahun 1990, waktu normalisasi hubungan diplomatic Indonesia -Tiongkok, pak The aktif menginisiasi perdagangan langsung, dan melapor langsung kepada presiden Soeharto. Inisiatif beliau, dan Sukamdani untuk normalisasi hubungan diplomatic. “Almarhum juga masuk 10 besar konglomerat terbesar Indonesia sewaktu orde baru (Orba), sering diundang pak Harto tempat peternakan Tapos di kawasan Ciawi, Bogor,” kata Wira.

 

 

Saat pertemuan konferensi Asia Afrika Konferensi Asia-Afrika 1955, pak The juga diundang menghadiri pertemuan pengusaha muda Tionghoa Indonesia dan teringat pesan  perdana Menteri Tiongkok saat itu. Bahwa Tionghoa di luar negeri seperti anak yang telah menikah keluar yang  masih dan selalu mengingat orang tuanya di negeri asal leluhur. “Kita (Tionghoa di perantauan) tidak cukup hanya membuka usaha toko saja di negara setempat. Sebaliknya, kami harus membuka usaha industri merekrut sebanyak-banyaknya tenaga kerja local dan memberi kesejahteraan masyarakat di negara setempat,” kata Wira mengingat cerita pak The semasa hidupnya.

 

Semangat membangun bisnisnya, Pak The terus mengeksplorasi prospek dan potensi yang ada, mulai dari pembukaan pabrik textile terpadu, pabrik seng, pabrik besi baja, pabrik pakan ayam, pembangunan kawasan industri dll.  Almarhum sempat menjadi komisaris (per periode tertentu) pada kepengurusan Yayasan Univ. Tarumanagara (Untar). Periode selama dua tahun, almarhum aktif. Almarhum sempat memindahkan Xinya College di Asemka, Pinangsia dan merger dengan Untar. “Kami (menurut bagian keuangan Perusahaan alm,) nombok dalam jumlah besar karena Xinya College rugi terus. Xinya college, dulunya di Gedung bank milik almarhum. Tapi bank tersebut tutup, dan diubah fungsinya, menjadi Xinya college. Ada beberapa guru sekolah (zaman Orla) yang aktif saat itu,” kata Wira.

 

 

 

Alm. Merintis usaha/bisnisnya di nomor 38 Jl. Pintu Kecil, Roa Malaka Tambora. sejak itu, plat nomor alm selalu nomor 38. Sampe sekarang, toko no. 38 Jl. Pintu Kecil masih eksis. Almarhum sempat dijuluki raja tekstil Asia. Sedari awal, almarhum merintis dari nol, di Jl. Pintu Kecil No. 38. Toko tetap dipertahankan, dan tidak akan digusur, karena nilai Sejarah dan fengshui. Argo Pantes di Tangerang, satu lini produksi masih berjalan, tidak ditutup. Argo Pantes masih operasional. Satu lini produksi tetap berjalan, tapi tidak sebanyak dulu. “Dulu, ada juga pabrik cabang di Kawasan industry MM2100 Cibitung Bekasi. Awal mula berbisnis, asset pabrik di Tangerang, MM 2100, tidak melulu dgn nomor 38. Tapi hanya mobil-mobilnya almarhum dengan plat nomor 38,” kata Wira. (LS/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *