PSSI Bisa Belajar dari Keberhasilan Galatasarai Turki
dilaporkan: Setiawan Liu

PSSI baru saja merayakan HUT ke-90 di tengah pandemic corona serta pergantian pejabat sekjennya, dari Ratu Tisha kepada Yunus Nusi. Kendatipun, Djohar menilai bahwa pengembangan sepakbola nasional tidak boleh berhenti. Peluang bisnis selalu muncul dari setiap event olahraga terutama sepakbola. “Ada 52 perusahaan bisnis, termasuk penjualan merchandise, penerbitan majalah bahkan koran Galatasarai. Manager club juga tangani 24 juta supporter Galatasarai. Saya yakin PSSI bisa belajar dari Galatasarai,” tegas Djohar Arifin.
Konsekuensinya, kalau Pemerintah melalui berbagai kementerian dan lembaga terutama Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) tidak mampu membina berbagai club, persebakbolaan nasional terlindas. “Banyak club professional, awalnya jaya tapi akhirnya terkubur atau sudah almarhum. Dulu, club tersebut mengalami kejayaan, luar biasa. Siapa sponsor, pemiliknya?. Lama-lama pemilik bisa saja kehabisan dana. Keturunannya, misalkan anak-anaknya belum tentu suka sepakbola. Menangani club bukan sekedar hobbi, tapi profesionalisme,” tegas Djohar Arifin.
Persaingan global, terutama club harus punya daya Tarik. Sehingga (club) diminati oleh penggemar, penonton. Dengan ramainya penonton, pembicaraan pada keseharian masyarakat mengenai prestasi, (club) tentunya akan menarik bagi sponsor, perusahaan. Ini merupakan tantangan untuk para manager club sepakbola. Mereka harus professional, jujur. Belajarlah dari club-club di Eropah yang sudah sangat maju, sehingga club di Indonesia tetap eksis. Club Eropah sudah eksis puluhan sampai ratusan tahun. “Sementara, kita tahu (usia club) baru tahun ke-5 saja sudah tertatih-tatih. Club harus menyiapkan manager yang professional sehingga performance club, bukan hanya taktik permainan, tapi juga ekses semakin menarik,” kata Djohar Arifin. (sl/IM)















