Es Puter Conglik sejak 1946, Dulunya Kuli di Pecinan Semarang
dilaporkan: Liu Setiawan
Semarang, 9 Juni 2024/Indonesia Media – Sejarah Es Puter Conglik di pasar malam Semawis, dan sepotong cerita pecinan Semarang saling bertautan sejak 1946 sampai sekarang, terutama nama ‘Conglik’ yang masih melekat. Riwayat pecinan kota Semarang bukan hanya keunikan nama-nama gang pada masa penjajahan (sejak 1835) seperti Gang Tengah, Gang Pinggir, Gang Warung, Gang Lombok dan lain sebagainya. Tetapi ada keunikan lain, yakni nama julukan atau nama panggilan seorang pesuruh atau kuli di pecinan yakni Conglik. Waktu itu, ada seorang kuli yang memiliki tubuh kecil dan pendek. Sehingga para pemilik toko di pecinan memanggil orang tersebut Conglik (cong dan lik). Cong, dimaksud ‘Kacong’ atau kacung karena sehari-harinya bekerja sebagai pesuruh di pasar. Lik, yang dimaksud (sosoknya) ‘cilik’ atau kecil. Sejak itu, kuli di pasar pecinan tersebut dikenal dengan Conglik. “Nama aslinya Sukimin. Selama beberapa tahun jadi pesuruh atau kuli di pecinan, sampai akhirnya satu saat ia mencoba jualan es puter. Karena sudah dikenal dengan panggilan ‘conglik’ dan akhirnya es puternya dikasih merek ‘conglik’ juga. Ternyata selama 78 tahun (1946 – 2024), merek ‘conglik’ masih mengena,” kata Suparti, anak ke-2 Sukimin atau Conglik.
Suparti dan adiknya meneruskan dagangan es puter almarhum Bapaknya. Mereka dibantu dengan Ponco berjualan es puter di pasar malam Semawis. Almarhum punya delapan orang anak. Tapi yang mau meneruskan usaha es puter hanya Suparti dan adiknya. Suparti, kelahiran tahun 1963 juga sudah mulai menurunkan usaha es puter kepada anaknya. Berarti usaha tersebut diyakini bisa turun sampai generasi ke-3. “Kami diundang setiap tahunnya ke PRJ (pekan raya Jakarta) untuk kuliner nusantara. Bahkan tahun 2012 yang lalu, kami diundang perusahaan elektronik untuk memeriahkan acara di Bali,” kata Suparti.
Waktu Conglik masih berdagang di pecinan, ia bikin sembilan varian es puternya yakni rasa jeruk, alpukat, kacang ijo, durian, kelapa, kopyor, dan lain sebagainya. Tetapi sekarang, ia hanya bikin empat varian saja; kopyor, durian, alpukat dan coklat. Harganya mulai dari 15.000 sampai Rp 30.000. Pada masa Conglik berjualan, ia masih menggunakan lampu petromax. Pada awalnya ia mulai berjualan, masih ada orang Belanda yang beli es puternya. “Saya masih simpan fotonya walaupun sudah kabur. Awalnya Conglik berjualan dengan keliling pecinan. Tetapi beda dulu dan sekarang, kami hanya jualan es puter di pasar Semawis setiap akhir pekan (Jumat, Sabtu, Minggu). Beberapa artis seperti Roy Marten (actor kawak
an tahun 1970 – 1980 an) juga sering beli es kami. Chris John (juara dunia tinju, asal Semarang) juga beberapa kali mampir,” kata Suparti. (LS/IM)