Terjadi Anomali Sikap Peduli, Berderma di Tengah Pandemi Covid
dilaporkan: Setiawan Liu
Jakarta, 16 Maret 2021/Indonesia Media – Pandemi virus corona (Covid-19) tidak bisa full seratus persen diselesaikan dengan program vaksinasi, tapi juga dibarengi dengan upaya pencegahan lain secara simultan. Sektor perekonomian, termasuk ekspresi rasa syukur masing-masing orang untuk berderma, memberi bantuan kepada fakir miskin dan sebagainya juga terdampak. Kendatipun, terjadi anomali sikap peduli, kemurahan hati terhadap sesama. “Dulu (sebelum pandemic), ada donatur yang kasih (sumbang) Rp 15 juta untuk bantu fakir miskin. Tapi sekarang, (yang bersangkutan) nggak kasih. Sebelum pandemic, seketika saya blast (info sumbangan) melalui WhatsApp Group, (jumlah dana) langsung terkumpul sampai ratusan juta. Tahun ini, (dana terkumpul) Rp 115 juta (per Februari 2021) disebar ke fakir miskin Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dan Medan. Ada tukang becak yang keturunan Tionghoa di Medan, dan butuh bantuan,” Guru Besar Chikung Teratai Putih, Benny Chandra mengatakan kepada Redaksi.
Fenomena anomali kepedulian juga berdampak, yakni penurunan jumlah donatur. Sebelum pandemi covid, jumlah donatur untuk peduli untuk fakir miskin rata-rata mencapai 90 orang. Tapi Imlek (pertengahan Februari 2021) berkurang, menjadi sekitar 70 donatur. Kegiatan Imlek untuk fakir miskin sudah berlangsung selama 17 tahun, mengajak para relawan se-Jabodetabek. “Banyak relawan, pengusaha yang sudah kenal reputasi kami. Mereka sudah kenal dan tidak berprasangka buruk untuk berderma uang. Mereka titipkan dana untuk fakir miskin melalui kegiatan Sanggar Teratai Putih,” kata Benny Chandra.
Di sisi lain, Benny juga melihat perlunya membangun nilai-nilai kesetaraan di tengah pandemic covid. Cara memandang para peserta latihan Chikung, wartawan dan lain sebagainya juga bagian dari nilai-nilai Teratai Putih. Ketika ia diwawancarai beberapa wartawan mengenai kegiatan Teratai Putih, maknanya pertemanan. Kendatipun ia sebagai narasumber, tetapi kegiatan wawancara berlandaskan pertemanan. “Bukan hanya dengan wartawan, tapi juga dengan murid-murid saya. Kegiatan pelatihan (di Sanggar Teratai Putih) bukan seperti (hubungan) guru – murid. Bertegur sapa (dengan teman) di luar adalah hal yang paling mudah, tidak mengeluarkan biaya satu rupiah pun. Pertemanan tidak bisa diukur dengan uang. Ini merupakan prinsip kesetaraan yang dibangun untuk menetralisir pandemic covid,” tegas Benny Chandra.
Sanggar Chikung Teratai Putih didirikan tanggal 9 september 2003 dengan kegiatannya yakni mendidik murid-murid (peserta) untuk hidup sehat. Sesudah mahir melakukan transfer energy, mengolah energy untuk kesehatan, murid tersebut dapat melanjutkan pelatihan pengobatan. Sanggar juga mengajarkan metode pengobatan jarak jauh dan dekat. saya melakukan pengobatan jarak jauh. Karena pasien tinggal jauh-jauh, terutama Jabodetabek dengan waktu tempuh perjalanan sampai berjam-jam. Sementara terapi Chikung hanya berlangsung 5-10 menit. “Metode pengobatan jarak jauh, karena (prinsip) Chikung kan energy. Jarak antara (pemberi dan penerima energy) tidak masalah. Energy untuk penyembuhan kepada pasien sesungguhnya melalui pikiran. Sehingga jarak dan waktu keduanya tidak menjadi kendala, tidak menjadi masalah. Sebaliknya (pengobatan jarak jauh) hemat waktu. Kegiatan pelatihan pengobatan juga tidak commercial,” tegas Benny. (sl/IM)