Tidak begitu ingat benar aku, kapan persisnya aku mengenal Sirima. Tapi
mula pertama kulihat dia sedang menyanyi di Chatelet les Halles, stasion
bawah-tanah yang boleh dikatakan terbesar di kota Paris. Suaranya sangat
bagus, merdu, dan sangat menguasai semua lagu yang dibawakannya. Tetapi
pastilah lagu yang dinyanyikannya dalam Bahasa Inggeris akan terasa jauh
lebih enak dibandingkan dia membawakan lagu yang dalam Bahasa Perancis.
Mungkin karena dia baru datang, belum lama di Paris, atau memang lagu-lagu
yang dibawakannya dalam Bahasa Inggeris lebih enak, lebih bagus. Ada sedikit
catatan mengenai ini. Selama aku setiap tahun mengikuti perlombaan
kejuaraan nyanyian se Eropa yang diadakan secara bergilir di salah satu
negara Eropa ini, belum pernah Perancis mendapat hadiah! Paling-paling
hanya sampai nomor 4, itupun susah bangat berjuangnya! Dan lagipula
lagu-lagu Perancis itu tidak begitu menon-jol seperti lagu-lagu dari negara
lainnya.
Sirima adalah seorang wanita keturunan Inggeris – Kolombo, dan datang ke
Perancis sebagai kami jugalah.
Mencari perlindungan politik. Tampaknya dia dari kalangan menengah di
negerinya dulu. Dan yang ini yang paling menonjol, disamping suaranya yang
memang bagus, merdu, cantiknya minta ampun. Sesudah menyanyi selalu
tersenyum, dan senyumnya selalu tampak sangat wajar. Dan giginya putih
berbaris sangat
indahnya, dan bibirnya lalu basah mengkilat, dan pada pipinya ada
lesung-pipit, menambah cantik yang
sangat alamiah. Mengapa alamiah? Dia tidak pernah pakai lipstik. Rambutnya
dikepang-dua. Maka lengkaplah ciptaan Tuhan dalam dirinya,
asik-cantik-menarik-menggoda, lalu suaranya tidak ada tandingannya selama
aku suka mendengarkan para penyanyi menyanyikan lagu apa saja selama aku di
Paris ini.
Sirima menyanyi diiringi gitar oleh seorang yang jauh sebelum kenal dengan
Sirima, sudah lama menyanyi di kaki-lima begini. Suara laki-laki peranakan
Laos ini cukup lumayan, dan dia dapat banyak
penonton, dan juga banyak dapat uang dari pekerjaan ini. Ini dulu, lalu
sesudah dia dapat “menggaet” Sirima ini, bertambah berserilah kehidupan
matapencahariannya. Dan aku seperti biasanya, kalau sudah kagum kepada
suara penyanyi, apalagi wanita, dan apalagi cantik lagi, berusaha keras
buat mengenalnya lebih dekat. Tentu mula-mula aku harus kenal managernya
dulu, yang orang Laos itu. Namanya Mouk, umurnya sekitar 30-an, sedangkan
Sirima 23, – Kalau aku sedang tidak dalam berdinas di resto, maka aku selalu
mencari Sirima dan Mouk ini, di mana mereka “ngamen”. Terkadang kalau tak
ada di Chatelet les
Halles, kucari di Opera dan Auber, stasion besar juga masih di pusat kota
Paris. Dan terkadang bertemu, dan mereka tahu aku mencari mereka. Dan kami
ngobrol sebentar. Biasanya kalau sehabis menyanyikan dua-tiga lagu, Sirima
istirahat sebentar, dan Mouk temannya itu meneruskan dengan main musik,
gitar-listrik, yang dengan kadi di sorong atau tarik ke mana-mana.
Lama ke lamaan dua orang itu jadi tahu bahwa aku sangat mengagumi Sirima,
dan selalu saja mencari mereka kalau kebetulan aku tidak kerja atau sedang
istirahat dua tiga hari. Bahkan terkadang aku suka
menolong mengedarkan tempat-uangnya buat minta derma atau sumbangan dari
para penonton. Dan mereka sangat percaya padaku, sebab bukannya sembarangan
orang yang bisa begitu saja diperkenankan memegang “baki-uang” itu, ini
adalah kepercayaan dan adat masing-masing perorangan.
Dan terkadang terasa agak berat “baki-uang” itu karena isinya penuh, bahkan
ada yang pakai uang-kertas 20-an francs dan pernah dapat uang-kertas 50
francs. Tanda orang-orang sangat senang akan suara dan lagu yang dibawakan
Sirima. Lama ke lamaan lagi, kalau lama aku tak ketemu Sirima dan Mouk, dan
begitu ketemu, sudah berani mencium pipinya dua-dua dan aku memeluk Mouk
sebagai tanda kangen. Dia tanya ke mana saja aku. Kujawab aku ke Belanda
beberapa hari. Ketika Sirima sedang istirahat dan Mouk meneruskan main
gitar-listriknya, kami berdua ngobrol. Kukatakan ” Rima, sekali-sekali
cobalah kau pakai rambut ekor-kuda, jangan hanya kepang-dua saja.
Percayalah kau akan lebih cantik kalau pakai
rambut ekor-kuda”, kataku.
” O ya, kau yakin begitu? Kau mau kalau aku pakai ekor-kuda?”, katanya.
“Aku mau lihat kau menyanyi pakai rambut ekor-kuda. Kapan? Besok?”
“Okey, akan kucoba, kau datang kan? Tokh bukan hanya mau lihat rambutku
saja kan?”
Dan kami berpisah, sesudah kupeluk dia dengan rasa yang sayang dan agak
miring-miring sedikit.
Suatu hari datang ke Paris, keluargaku dari Jakarta. Dia ini juga penyanyi
di televisi Indonesia, di Radio dan juga pernah main filem. Dan dia juga
sampai kini masih sebagai fotomodel. Sudah tentu dapatlah diperkirakan,
masaksih ada fotomodel yang tidak cantik? Dia tinggal bersamaku di
Fontenay. Maya, ku-
ajak mencari Sirima, agar Maya juga turut menyaksikan dan mendengarkan
suara Sirima yang sangat merdu dan orangnya cantik pula. Beruntung, Sirima
dan Mouk sedang “ngamen”. Kami berdua Maya agak dari kejauhan melihat dan
mendengarkan Sirima menyanyi. Seperti biasa, suaranya sangat indah, bagus
dan merdu. Dan selalu tersenyum. Maya tak tahan, minta agar mendekat lagi,
dekat lagi. Dan Maya menjadi penonoton yang paling depan, dekat Sirima
menyanyi. Rupanya Maya sangat mengagu-
minya, dan bagaikan terpesona akan suaranya yang bagus itu, dan juga akan
kecantikan
Sirima. Begitu selesai menyanyi, Maya memberikan uang sejumlah 100 francs,
dan tampak Sirima kaget dan terheran-heran. Memang jumlah itu sangat besar,
biasanya paling besar antara 20 sampai 50 francs
saja, yang paling sering yalah 5 sampai 10 francs bahkan bisa saja satu-dua
francs saja.Dan aku mem-
perkenalkan Maya kepada Sirima.
Sekarang dua-duanya penyanyi yang berbakat. Maya ketika itu sudah membuat
kaset sejumlah 7 album,
memang belum banyak, tetapi sudah memulai menggarap lahan kehidupan
kerja-seninya. Sedangkan Siri-ma belum menghasilkan album. Tetapi tampaknya
haridepannya sangat baik. Dua-tiga tahun sesudah itu, dia mengorbit,
diorbitkan seorang penyanyi Perancis yang sudah punya nama, Goldman dengan
lagunya “la bas———– di sana”. Sekarang dua-duanya pula pertanyaan
diajukan kepadaku. Maya banyak tanya tentang Sirima ini, darimana aku
kenalnya, dan bagaimana mula-mula kenalnya. Dan Maya benar-benar menikmati
suara dan lagu yang dibawakan Sirima. Maya benar-benar mengaguminya. Kalau
Maya mem-
bicarakan Sirima ketika sedang menikmati suaranya, Maya bagaikan memberi
kursus kepadaku. “Nah, kek, coba perhatikan nafas dan tarikan suaranya,
lalu lehernya dan alunan nafasnya, sangat baik mengontrol tarikan nafasnya
itu. Dan antara nada dan pertukaran nadanya, dia bisa kendalikan semau dia,
dan ini tanda dia sudah menguasai hukum tarikan suara, bagaikan lepas saja,
ke mana alunan suara itu dia mau bawa”, kata Maya menjelaskan kepadaku,
seperti seorang guru kepada muridnya. Dan Maya,
sempat-sempatnya ngeledekku :
“Kakek sih bukan tertarik sama suaranya saja, lebih-lebih orangnya kan?
Ngaku deh kek, agar hukuman-
nya ringan. Kalau nggak masaksih di uber-uber ke mana Sirima “ngamen”
sampai ujung dunia juga dilakonin”.