Dalam perjalanan di wilayah Gresik dan Lamongan, Jawa Timur, awal Mei 2017 lalu, saya dengan anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golongan Karya, Eni Maulani Saragih dan rekan-rekannya, membahas masalah relasi antara DPR dengan pemerintah saat ini.
Dalam pembahasan ini muncul pembicaraan tentang ketidakhadiran Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno di setiap rapat kerja (raker) dengan Komisi VI DPR selama dua tahun terakhir ini.
Saya katakan kepada Eni, ini sebuah titik tidak sehatnya relasi DPR dengan pemerintah selama ini. Pendapat saya ini diperkuat oleh pengamat hukum tata negara, Andi Irman Putra Sidin, anggota DPR Komisi VI dari Fraksi Pertai Demokrat Sartono Hutomo, dan Ketua Komisi VI DPR Teguh Juwarno dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN).
“Wah, itu memang bidang kerja Komisi VII, bukan komisi saya. Tapi secara sepintas bisa katakan, larangan bagi Menteri BUMN agar tidak hadir dalam rapat kerja justru bisa membuat menteri terkait ini bisa senang-senang karena tidak bisa diawasi oleh DPR,” ujar Eni.
Menurut Teguh Juwarno, yang kena getah dari ketidakhadiran Menteri BUMN di setiap rapat kerja (raker) dengan Komisi VI adalah Menteri Keuangan dan Komisi VI.
Sejak Presiden Joko Widodo melayangkan surat yang sifatnya segera kepada DPR tentang penunjukan Menteri Keuangan menggantikanMenteri BUMN, dalam setiap raker dengan Komisi VI tanggal 16 Juni 2016 hingga kini telah 11 kali Menkeu mewakili Menteri BUMN.
Dalam raker dengan Komisi VI, Kamis 16 Juni 2016 lalu, Menteri BUMNdiwakili Menkeu Bambang Brojonegoro. Raker ini membahas perubahan RAPBN 2016 dan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian/Lembaga (RKAK/L) tahun 2017 Kementrian BUMN.
Kemudian, Kamis 23 Maret 2017, Menteri BUMN diwakili Menteri Keuangan yang baru Sri Mulyani Indrawati. Menjawab pertanyaan wartawan waktu itu, Sri Mulyani mengatakan hasil pembahasan dengan Komisi VI akan dilaporkan kepada Presiden dan Menteri BUMN. Namun, Sri Mulyani mengatakan, idealnya pembahasan dengan Komisi VI ini dilakukan sendiri oleh Menteri BUMN.
Awal Mei 2017 lalu, Teguh Juwarno juga mengatakan, setelah hampir dua tahun ini program-program Kementerian BUMN yang membutuhkan dukungan DPR secara legislasi dan politis menjadi terhambat. “Sementara itu, pengawasan parlemen sebagai salah satu tugas konstitusional terhadap BUMN juga terkendala,” begitu kata Teguh Juwarno yang pernah jadi wartawan televisi kepada saya.
Rini Soemarno dilarang hadir dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR berdasarkan keputusan sidang paripurna DPR yang menyetujui usulan panitia khusus (Pansus DPR) tentang kasus Pelindo I, tanggal 18 Desember 2015.
Sidang Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR dari Partai Demokrat, Agus Hermanto, itu juga menyetujui usulan Pansus Pelindo II untuk meminta kepada Presiden Joko Widodo melengserkan Rini Soemarnodari Kabinet Kerja.
Dalam sidang paripurna, Ketua Pansus Pelindo II Rieke Diah Pitaloka antara lain mengatakan, Menteri BUMN Rini Soemarno dengan sengaja telah melakukan pembiaran terhadap tindakan yang melanggar undang-undang.
“Karena itu, pansus sangat merekomendasikan kepada Presiden RI untuk menggunakan hak prerogatifnya menghentikan Rini Soemarnosebagai Meneg BUMN,” ujar Rieke saat itu.
Jumat, 9 Juni 2017, anggota Komisi VI Sartono Hutomo mengatakan kepada saya, walaupun Presiden Jokowi sudah menugaskan Menkeu Sri Mulyani untuk menghadiri raker dengan Komisi VI DPR, hasilnya tidak bisa maksimal dan tetap pincang. “Karena penanggungjawab utama pemerintah di bidang ini adalah Menteri BUMN,” ujar Sartono.
Sartono menilai, ketidakhadiran Menteri BUMN dalam raker dengan Komisi VI DPR selama dua tahun ini merupakan masalah sangat serius dalam ketatanegaraan, yakni hubungan antara legislatif dan eksekutif. “Sepertinya baru pertama kali dalam sejarah menteri terkait tidak hadir dalam raker dengan DPR selama dua tahun,” tegas Sartono.
Sebagai angota DPR, Sartono berpendapat bahwa DPR perlu melaksanakan hak angket untuk mengetahui selama dua tahun tidak hadir dalam raker dengan Komisi VI ini apakah Menteri BUMN telah melanggar undang-undang atau tidak. “Ini juga bisa sebagai sarana evaluasi kinerja pemerintah,” tuturnya.
Masalah ketidakhadiran Menteri BUMN dalam setiap raker dengan Komisi VI DPR selama dua tahun ini juga saya tanyakan kepada sejumlah anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, para pejabat/petugas Istana Kepresidenan maupun menteri terkait secara langsung maupun lewat WhatsApp (WA), tetapi mereka memilih diam seribu bahasa.
Hanya anggota tim komunikasi Istana Kepresidenan, Johan Budi, yang memberi jawaban dengan mengatakan, “Waduh, jangan tanya ke saya, lebih pas tanya ke DPR.”
Bagaimana ini? Perlu rombak kabinet? ( Kps / IM )
memang sudah Mentalnya begitu, baik itu Menteri baik itu DPR semua Pemalas dan hanya Penghisap Uang Rakyat saja, mau gajinya tapi ogah Kerjanya, payah Mental Bangsa ini