Ketika Belanda diduduki Nazi Jerman selama Perang Dunia Kedua, sekelompok orang Indonesia tidak bisa pulang ke Indonesia. Bagaimana pengalaman mereka berada di rantau Belanda yang diduduki Jerman? Pada 5 Mei Belanda merayakan hari pembebasan dari bala tentara Nazi Jerman. Sejarawan Hary Poeze menulis buku ihwal nasib sekelompok orang Indonesia di Belanda.
Miskin – Waktu itu kira-kira tinggal 800 orang Indonesia yang tinggal di Belanda, demikian Harry Poeze. Mereka pelajar, pekerja dan juga pelaut yang tidak bisa pulang ke Indonesia. Mereka hidup dalam kemiskinan, karena tidak punya kiriman uang dari Indonesia. Hubungan komunikasi pun terputus. Dana sosial dari Belanda sangat terbatas, mereka banyak yang sakit karena TBC. Ada 10 orang yang ditembak mati oleh Jerman.
Kesepuluh yang ditembak mati karena mereka melawan pendudukan Belanda oleh Nazi Jerman. Mereka ikut kelompok perlawanan Belanda dan berjuang untuk pembebasan Belanda. Mereka ada yang menyebar koran ilegal anti Jerman, dan juga ada yang bergabung dengan kelompok bersenjata. Mereka akan membantu pasukan sekutu dalam perjuangan melawan Nazi Jerman.
PPI – Organisasi Perhimpunan Pelajar Indonesia menentang Nazi karena dianggap rasis, mereka melawan penindas, dan mereka bekerja sama dengan pejuang Belanda. Setelah Jerman hengkang, mereka mengeluarkan pernyataan: Indonesia harus merdeka. Sebelumnya semua partai politik Belanda menentang kemerdekaan Indonesia. Mereka meragukan proklamasi kemerdekaan oleh Soekarno dan Hatta, yang dianggap bekerjasama dengan Jepang.
Orang Jerman memang anti Orang Yahudi tapi orang Indonesia dibiarkan karena kelompoknya kecil. Akhirnya di Belanda ada sekelompok jongos dan babu Indonesia di Belanda yang hidup terlantar, tidak bisa makan nasi lagi. Mereka bekerjasama dengan kelompok pelajar, bersatu melawan Jerman. Demikian pengalaman orang Indonesia di Belanda (mw.nl/IM).