Multiplier Effect Ekonomi Daerah Investasi Tambang di Morowali
dilaporkan: Setiawan Liu
Sulawesi, 6 Mei 2021/Indonesia Media – Multiplier Effect Kawasan Industri di kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng), sejak groundbreaking (tahun 2013) atau peletakan batu pertama sampai sekarang semakin dirasakan manfaatnya, terutama pembangunan ekonomi daerah. “Pemerintah Sulteng, Sultra (Sulawesi Tenggara) terbuka dengan investasi asing. Ekonomi daerah semakin menggeliat. Konawe Utara (Sultra) berbatasan dengan Morowali (Sulteng),” salah seorang pekerja asal pulau Jawa mengatakan kepada Redaksi.
Perusahaan pertambangan asal Tiongkok di Morowali sedari awal meyakini sebagai pioneer di Indonesia untuk industri stainless steel. Sejak groundbreaking, pendapatan asli daerah (PAD) Morowali, bahkan Sulawesi Tengah meningkat terus. Bahkan multiplier effect terhadap perekonomian daerah antara lain berdirinya banyak sentra IT (information technology). “Masyarakat (di Konawe, Morowali) dulunya terisolir, akses hanya dengan perahu sungai. Sekarang, mereka bisa lewat jalur darat berkendaraan roda empat,” kata pekerja yang menangani proyek PLTU (pembangkit listrik tenaga uap) di Morowali.
Antusiasme masyarakat di Morowali dan sekitarnya sangat tinggi terhadap kegiatan usaha perusahaan Tiongkok tersebut. Selama 15 tahun keliling Indonesia sambil membuka peluang kerjasama bilateral Indonesia – Tiongkok, pebisnis menilai Morowali di kawasan industry Tsing-shan kondusif. Ada tiga ribu karyawan asal Sulawesi, khususnya Morowali. Ada juga yang dari Makasar. Sementara jumlah TKA (tenaga kerja asing) Tiongkok tidak tetap, karena mereka harus kembali dan mengikuti peraturan keimigrasian Indonesia. Konsekuensinya, kalau progress (pekerjaan) meningkat, jumlah TKA (Tiongkok) berkurang. Pekerja local secara perlahan ambil alih peran mereka (TKA Tiongkok). Tetapi untuk skill yang khusus, dan perlu pendalaman, pembelajaran, tentunya prosesnya lebih lama. Pada akhirnya, tenaga local juga mengambil alih kalau mereka sudah meningkatkan skill terutama mesin-mesin tertentu. “Sudah menjadi rahasia umum, bahwa investasi Tiongkok khususnya di Morowali berimbas baik untuk masyarakat. Bahkan, (kegiatan investasi) terjadi asimilasi melalui pernikahan. Saya melihat sendiri, ada seorang ibu gendong bayinya dengan wajah mirip orang Tionghoa. Semoga, (penglihatan saya) tidak subjektif,” katanya.
Di tempat berbeda, pekerja tambang di salah satu perusahaan di Konawe Sultra optimis dengan industri nikel di Indonesia tahun ini dan seterusnya. Kondisi sekarang ini, ada beberapa lahan yang potensial untuk joint operation (JO) atau kerjasama. “Pemilik lahan menawarkan JO, bukan take over di daerah APL (areal penggunaan lain) luasnya 6,8 hektar. Lokasinya di Kelurahan Kolonodale, kecamatan Petasia, Morowali Utara,” Novel mengatakan kepada Redaksi melalui sambungan telepon.
Kondisi existing, yakni kawasan hutan produksi mencapai 30 hektar. Cadangannya, sebagaimana yang sudah diperoleh dari databoard, survey geologist, sampai 350 ribu metric ton. “Sekitar satu juta potensial di APL. Status hutannya APL, kalau bekerja di APL, cukup pembebasan lahan masyarakat. Kegiatan penambangan bisa efektif berjalan,” kata Novel.
Hutan tanaman produksi terbatas untuk pengolahan, sehingga pekerja harus mendapat izin pakai. Persetujuan izin pakai dari Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Kondisi yang IIPKH (izin pinjam pakai kawasan hutan) bisa diterbitkan. “Tapi investor tidak membebaskan lahan lagi di lokasi seperti APL, karena itu hutan negara,” kata Novel. (sl/IM)