Penjajah tidak akan masuk dan berbuat kerusakan di klenteng ini
Harum wangi dupa menyeruak ke seluruh bangunan Klenteng Hian Thian Siang Tee yang terletak di Jalan Palmerah Selatan, Jakarta Pusat. Meski berada persis di belakang Pasar Palmerah yang setiap hari ramai, tapi suasana tempat ibadah ini tetap tenang dan khusyu.
Seperti dekorasi bangunan klenteng pada umumnya, dinding Hian Thian Siang Tee didominasi warna merah dengan relief naga melingkar di setiap tiang depannya. Hiasan aksara kanji terhias pada pintu masuk utama untuk menyambut pendoa yang datang.
Sejumlah lukisan khas dari China melengkapi halaman klenteng sebagai pelambang kerukunan keluarga antara kakek, anak dan cucu. Sedangkan di dalam ruang utama, diletakkan puluhan patung dan dewa utama, Hian Thian Siang Tee.
Ketua Pengurus Klenteng, Oey Seng Lie menjelaskan, tempat ini sudah berada persis di belakang Pasar Palmerah sejak pertengahan tahun 1800-an.
“Jadi usianya kira-kira sudah 200 tahun” ujar Oey kepada VIVAnews.com, Rabu 2 Februari 2011. Selama 200 tahun, kelenteng seluas 830 meter ini sudah mengalami sejumlah perbaikan.
Dari cerita turun-temurun, Klenteng Hian Thian Siang Tee awalnya dibangun seorang tuan tanah turunan Tionghoa. Seiring dengan pergantian tahun, pengelolaan klenteng juga berganti.
Kenang Oey, pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, klenteng ini kerap digunakan masyarakat sekitar untuk berlindung dari kejaran tentara penjajah. “Entah mengapa, waktu itu penjajah sungkan masuk dan berbuat kerusakan di klenteng ini” ujar Oey. Karenanya, klenteng ini dikenal sebagai tempat berlindung paling aman di kawasan Palmerah kala itu.
Banyak yang meyakini kalau klenteng dinaungi dewa pengobatan, Hian Thian Siang Tee yang merupakan dewa utama klenteng yang menjadi nama tempat ini. Karena itu, tidak heran jika orang yang sembahyang di klenteng ini kebanyakan memiliki harapan untuk meminta kesehatan dan keselamatan.
Sementara itu, ciri khas lain dari tempat ini terdapat ruangan khusus berisi dua undakan layaknya makam. Ruangan tersebut berada di sisi kiri ruang utama kelenteng. “Ini bukan makam, tapi ada sejumput tanah yang diambil dari makam Surya Kencana yang konon dikenal sebagai ahli agama di Jawa Barat. Lalu kami buatkan persemayamannya di sini untuk kami doakan” ujar Oey.
“Kami juga mempersilakan saja pengunjung yang hendak berdoa di ruangan ini, terserah ritual ibadat seperti apa yang dilakukan” ujar Oey. Terkadang, ada beberapa masyarakat yang melakukan tirakat dan berdoa di ruangan ini.
Di klenteng ini, Oey menceritakan kalau setiap tahun, ada tiga perayaan besar yang digelar. Yaitu, perayaan tahun baru Imlek di bulan pertama, hari ulang tahun dewa utama di bulan ketiga dan ritual sembahyang arwah di bulan ketujuh.
“Untuk pembagian sembako bagi masyarakat sekitar biasanya kami lakukan pas ritual sembahyang arwah” tandas Oey.
Sepanjang pekan ini, pengurus klenteng sudah melaksanakan ritual pembersihan sarana peribadatan, seperti meja persembahan dan patung-patung dewa yang terdapat di ruang utama klenteng. Sebanyak 150 lampion sudah menghiasi langit-langit teras seluas 830 meter persegi.
“Lampion-lampion itu persembahan dari para jemaat yang menaruh harapan di tahun baru” ujar Oey.
Selain hiasan lampion, puluhan lilin imlek besar untuk prosesi peribadatan juga sudah tersedia di halaman, bersama dengan sajian untuk para dewa.
Puncak perayaan Imlek di kelenteng berlantai tiga ini biasanya dilaksanakan pada jam 00 malam tadi, tepat pergantian tahun penanggalan Tionghoa yang jatuh pada tanggal 3 Februari 2011 penanggalan nasional.