JAKARTA, – Di kawasan Palmerah Selatan, Jakarta Pusat terdapat sebuah vihara atau biasa disebut kelenteng. Namanya Kelenteng Hian Thian Siang Tee Bio. Di teras kelenteng ini terlihat seorang pria paruh baya sedang duduk santai sembari mengipas-ngipas koran bekas ke arah wajahnya. Dialah Asrama atau Axiong, seorang abdi Kelenteng Hian Thian Siang Tee Bio yang sudah melayani kelenteng ini selama 12 tahun.
“Saya sudah mengabdi di kelenteng ini dari tahun 1998, setelah Presiden Soeharto turun,” kata ayah tiga anak ini yang sebelumnya enggan untuk diketahui tentang kehidupan pribadinya.
Pada awalnya, Axiong atau biasa dipanggil Babeh ini adalah seorang pedagang buah di Pasar Palmerah. Dari tahun 1996 Babeh berjualan di pasar tersebut sampai akhirnya dia memutuskan untuk mengabdi menjadi pelayan kelenteng.
“Awal saya datang ke Jakarta ya buat dagang. Kalau kenapa saya bisa jadi pelayan di sini, karena dulu itu saya salah satu umat dan suka bantu-bantu di kelenteng ini. Selama enam tahun status saya ya hanya pelayan saja, sampai akhirnya pengurus mengangkat saya menjadi pegawai sampai saat ini,” ungkap Babeh.
Babeh mengatakan, sebelum ditawari untuk menjadi pegawai di kelenteng, dia sempat diberi pilihan oleh pihak pengurus. “Kalau kamu mau mengabdi di sini, kamu tidak boleh dagang. Harus fokus dengan kegiatan pelayanan sembahyang,” kata Babeh mengulang nasihat pengurus yang mengangkatnya dahulu.
Sehari-hari Babeh bekerja sebagai pelayan sembahyang dengan memberi petunjuk kepada para pengunjung kelenteng urutan dan tata cara sembahnyang. Diakuinya, terkadang ada umat yang baru mulai sembahyang di kelenteng dan seringkali kurang mengerti tata caranya.
Di kelenteng itu Babeh diberi libur selama enam hari dalam satu bulan. Biasanya hari libur tersebut dimanfaatkan Babeh untuk menjenguk istri dan ketiga anaknya di Cirebon. Setiap bulannya Babeh mendapat jatah libur antara tanggal satu sampai tanggal enam.
“Karena di kelenteng ini hanya punya tiga orang pegawai, jadi liburnya digilir. Saya dapat yang tanggal awal bulan,” ujar Babeh.
Di kelenteng tersebut diakui Babeh, kehidupannya menjadi lebih baik. Memang dalam segi keuangan tidak terlalu menguntungkan. Tapi Babeh mengaku mendapatkan ilmu tentang kehidupan.
“Saya di sini belajar memberi, belajar ikhlas. Seperti kalau sedang menjadi pelayan sembahyang, kalau ada yang memberi ya saya syukuri, tapi kalau tidak saya tetap mensyukuri. Ilmunya itu senyum, senyum kan termasuk amal,” katanya sambil tersenyum.