Kunjungan Hunan Federation, Bentuk Perhatian terhadap Peran Tionghoa Indonesia
dilaporkan: Liu Setiawan
Bandung, 23 Mei 2025/Indonesia Media – Pengurus Yayasan Dana Sosial Priangan (YDSP) mengapresiasi kunjungan delegasi Hunan Federation of Returned Overseas Chinese ke secretariat di Bandung, Jawa Barat untuk berdiskusi mengenai peran Tionghoa Indonesia dalam pergerakan nasional, termasuk ketokohan beberapa figure yang pernah dan masih mengabdi di berbagai kabinet pemerintahan termasuk kabinet Merah Putih (pimpinan Presiden Prabowo Subianto). Hal ini diutarakan ketua YDSP, Herman Widjaja dan jajaran pengurus. “Mereka concerned (perhatian) dengan peran Tionghoa Indonesia, bukan hanya dalam pergerakan nasional, tapi juga berbagai sector kehidupan termasuk kesehatan, olahraga dan lain sebagainya. Mereka menyimak dengan seksama penjelasan kami sambil mengitari museum sejarah etnis Tionghoa,” Herman Widjaja (Lie Zhen Jian) mengatakan kepada Redaksi
Delegasi berjumlah lima orang, dan melakukan serangkaian kegiatan kunjungan termasuk ke YDSP dan Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Jawa Barat. Uraian YDSP mengenai orang Tionghoa di Indonesia berperan dalam berbagai bidang, termasuk ekonomi, politik, sosial, dan budaya sudah beberapa kali berlangsung. Dan kunjungan Hunan Federation juga bukan satu-satunya, tapi berbagai institusi dan lapisan masyarakat dalam dan luar negeri juga sudah berdatangan untuk diskusi, penelitian dan lain sebagainya. “Hampir setiap bulan, selalu ada tamu dari dalam dan luar negeri. Ada mahasiswa datang ke YDSP untuk disertasi mengenai peran orang Tionghoa di Asia Tenggara. Bahkan ada rombongan Seskoad (Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Darat) berkunjung. Para calon atase militer dari negara sahabat yang sedang pendidikan di Seskoad, mau tahu peran dan ketokohan Tionghoa dalam pergerakan nasional Indonesia,” kata Herman Widjaja yang didampingi staf Humas, Fam Kiun Fat.
Setiap kali ada diskusi YSDP dengan berbagai institusi dan lapisan masyarakat, pengurus berharap ada kesan dan pesan positif kepada masyarakat luas. Jangan melulu ada kesan negatif mengenai Tionghoa Indonesia, terutama mengenai stigma eksklusif. Kehidupan orang Tionghoa yang dicap eksklusif, tidak lepas dari runutan sejarah sosial dan sejarah politik abad ke-18, ketika VOC Belanda bercokol di Nusantara. “Orang Tionghoa tidak lagi melulu berbisnis, tapi juga sudah mengambil peran pada pemerintahan sejak (pemerintahan) presiden Soekarno (Agustus 1945 – Maret 1967). YDSP juga tidak eksklusif. Buktinya, kelas mandarin gratis YDSP, gurunya dari habitat pesantren. Para santri terutama dari Darul Inayah di Cisarua Lembang juga aktif bermain permainan Xiangqi (catur Tiongkok / 象棋) di YDSP,” kata Herman Widjaja. (LS/IM)