Anthony Putihrai (Tamara Group): “Sehingga nama keluarga kami menjadi baik”
dilaporkan: Setiawan Liu
Jakarta, 21 Mei 2022/Indonesia Media – Salah satu pendiri Tamara Group, mendiang Pek Tek Beng mendidik anak-anaknya dengan baik dan disiplin. Sehingga sedari awal, salah satu anaknya, Anthony Putihrai merintis karir dengan bekerja terlebih dahulu di perusahaan milik orang lain, bukan perusahaan afiliasinya Tamara group. Karena pak Beng, sapaan akrab mendiang Pek Tek Beng, sudah buka berbagai perusahaan yang jumlahnya cukup banyak. “Tapi dia suruh saya belajar dulu, walaupun saya menggeluti ilmu management dan keuangan dari University of San Francisco,” Anthony mengatakan kepada Redaksi pada pertemuan di All Seasons Thamrin, Jakarta Pusat.
Di sisi lain, perjalanan Tamara Group juga sempat dikait-kaitkan dengan permasalahan kerawanan penyelewengan dana BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). Bank Tamara pernah dianggap berhutang kepada Negara. Terkait dengan hal tersebut, Anthony sangat merasa perlu meluruskan berbagai pemberitaan yang simpang siur. Anggapan terhadap Bank Tamara semestinya bukan hutang BLBI. Penegasan VP (vice president) bank Tamara, (masalahnya) lebih kepada swap for a loan antara group perusahaan Tamara. “Namun esensinya, pa Beng minta saya membereskan pelunasan kewajiban kepada pemerintah. Sehingga nama keluarga kami menjadi baik. Dan tidak kebetulan perusahaan tambang saya dan yang saya manage bisa terjual. Dengan demikian, kami bisa melunasi hutang obligor almarhum Abang saya,” kata Anthony.
Upaya lain untuk meluruskan anggapan tersebut, bahwa hal yang sebenarnya, (Bank Tamara) bukan masuk dalam daftar penerima dana BLBI. Bank Tamara merupakan Bank Take Over (BTO). Bank Tamara tutup 1999, bukan 1998. “Saya tidak pernah di Bank Tamara. Almarhum kakak saya dan partner-partner nya yang tangani Bank Tamara,” kata Anthony.
Satu saat, ada pejabat Kementerian Keuangan dan beberapa wartawan yang tanpa bertanya lebih dahulu mengenai perihal yang sebenarnya, tanpa basa-basi, langsung menulis berita yang tidak benar. Begitu pula saat sesi foto bersama, si A, si B, si C dan seterusnya berdiri berjajar sehingga (wartawan) menyimpulkan bahwa (BoD Tamara) sebagai penerima dana BLBI. Kendatipun, ia tidak memungkiri bahwa ada kewajiban Bank Tamara kepada pemerintah. “Puji Tuhan, kami lunasi dengan full, tanpa beli surat berharga. Yang sempat heboh, ramai di sosmed, ada yang bertanya-tanya, mengapa bisa lunas hutang si A, si B??. Tentunya, kalau saya lihat dari perspektif hukumnya, mereka (penerima dana BLBI, pemilik bank) beli instrument pembayaran yang disetujui pemerintah,” kata Anthony.
Dengan kesepakatan pembelian instrument pembayaran, berapapun harganya, (nilainya) sudah sama dengan. Hal tersebut ranah Kementerian Keuangan. Ia juga tidak mau hal-hal tersebut terus diperdebatkan. Keluarga Pak Beng sudah membayar secara full pada tahun 2009, tanpa membeli surat berharga. Kalau hutangnya misalkan sebesar 100 milyar, keluarganya membayar 100 milyar juga. Pemilik bank yang lain, (skema pembayaran) bukan dalam bentuk discount tapi bentuk instrumen yang diterbitkan pemerintah, disahkan oleh DPR yakni SKL (surat keterangan lunas). Setelah mereka membeli Surat berharga, pemerintah menerbitkan SKL. “Bank kami juga sudah, kakak saya juga sudah almarhum tahun lalu. Kita luruskan, bahwa BTO Tamara bukan BLBI. Mereka pikir, keluarga kami punya bank, yang lain punya bank, seakan-akan swap, si A dan si B, saling meminjamkan. Kita tidak menggunakan jasa lawyer (pengacara), pada saat itu sah-sah saja. Kita punya bank, si A punya bank, legal lending limit kami terbatas. Kami meminjamkan kepada property anda. Begitu pula, sebaliknya, kl (asset property) itu bagus, jaminan mencukupi, itu sah sah saja. unfortunately, thn 98, itu kan asia crisis, (skalanya) terbesar. (rate US$), dari 1 US$ setara dengan Rp 2000 menjadi tiba-tiba Rp 15000, (perusahaan, bank) pasti bangkrut. Hampir semua yang punya bank tutup,” kata Anthony. (sl/IM)