DPR AS yang didominasi Partai Demokrat bulan ini (19/3) mengesahkan RUU yang akan memberikan jalur menuju kewarganegaraan kepada jutaan imigran tak terdokumentasi di AS. RUU tersebut disambut baik oleh kaum pendatang, termasuk imigran asal Indonesia, meski jalan menuju pengesahan masih panjang.
Pada awal 2000an, keduanya datang ke Pantai Timur AS dengan visa turis. Kemudian, memperoleh visa pelajar F1 yang memungkinkan mereka sekolah. Doni lulus kuliah, bekerja di perusahaan yang mensponsorinya visa kerja H1B, dan kini sudah memegang kartu penduduk tetap (green card). Di sisi lain, Dodi putus kuliah, sehingga visa pelajarnya pun hangus.
Tanpa dokumen, keluarga menyewa pengacara dan mengajukan permohonan ke pengadilan, proses yang memakan waktu bertahun-tahun.
“Akhirnya dikasih ‘withholding of removal,’ jadi dia (Dodi) ngga dipulangin ke negara asalnya,” kata Doni kepada VOA.
Dengan status yang telah dipegangnya selama lebih dari 15 tahun ini, Dodi bisa menetap dan bekerja. Tapi, tidak berhak menjadi penduduk tetap dan warga negara, padahal…
“Dia sudah comfortable di sini. Di Indonesia sudah ngga ada keluarga dekat. Jadi kalau balik ke Indonesia sudah ngga kenal siapa-siapa,” tambah Doni.
Diperkirakan ada 11 juta imigran gelap di AS, yang berusaha mencari kehidupan lebih baik dari negara asal mereka.
Haroen Calehr adalah seorang pengacara imigrasi di negara bagian Texas. “Apalagi sekarang setelah ada perubahan pemerintah yang menjanjikan, AS tetap menjadi tempat utama di mana banyak orang ingin bermukim,” ungkapnya.
Perubahan iklim imigrasi di bawah pemerintahan Joe Biden dirasakan komunitas imigran tak terdokumentasi asal Indonesia. Aldo Siahaan adalah Pemimpin Komunitas Indonesia di Philadelphia, wilayah yang memiliki konsentrasi imigran Indonesia tertinggi di Pantai Timur AS.
“Walaupun misalnya Biden sekalipun tidak menjanjikan masalah imigrasi, tapi kehadiran Biden yang mempersatukan yang tidak mendiskriminasikan kelompok-kelompok tertentu aja sudah memberikan kelegaan bagi kami undocumented immigrant,” ujarnya kepada VOA.
Gedung Putih pada Februari mengumumkan RUU reformasi imigrasi yang akan memungkinkan 11 juta imigran gelap yang sudah berada di AS untuk memperoleh kewarganegaraan dalam delapan tahun. RUU tersebut sudah disetujui DPR, tapi masih memerlukan persetujuan Senat sebelum akhirnya bisa disahkan.
Kembali, pengacara Haroen Calehr menjelaskan, “Ada banyak negosiasi di balik RUU yang komprehensif seperti ini. Walaupun kita melihat ini sangat positif, tapi belum ada perubahan konkret yang dirasakan oleh praktisi hukum.”
RUU itu menuai kritik dari kelompok konservatif, seperti dinyatakan oleh Noah Weinrich dari kelompok Heritage Action.
“Kami pikir ini sejujurnya adalah skema yang dimaksudkan untuk perbatasan terbuka dan akan meningkatkan insentif bagi imigran ilegal pada masa depan untuk datang ke negara ini. Dan, tidak seperti rencana imigrasi komprehensif sebelumnya, rencana ini sebenarnya tidak mengandung komponen keamanan perbatasan,” kata Noah kepada VOA.
Meski demikian, keluarga Dodi masih menaruh harapan.
“Kan sekarang imigrasinya mungkin sudah berubah yah, jadi mau coba consult ke lawyer lagi, gimana…”
Apabila disahkan, RUU ini akan jadi kebijakan imigrasi yang paling signifikan, sejak UU reformasi imigrasi tahun 1986. ( voa / im )
kalau sudah tidak punya orang tua, saudara, keluarga di kampung halaman (sebatang kara) ya wajarlah menetap disana ngga pulang-pulang. WNi senang dan bangga tinggal di luar negeri, ubah status jadi WNA. Nanti jangan marah ya kalau ada WNA datang ke RI menetap lalu ubah status jadi WNI dengan menanggalkan WNAnya. Jadi tukar tempat dah.