Hari ini, Jumat 8/4/2016) adalah batas terakhir yang diberikan kelompok Abu Sayyaf yang menyandera 10 nakhoda kapal Anand 12 asal Indonesia.
Menanggapi tenggat waktu yang tinggal beberapa jam lagi, keluarga Peter Tonsen Barahama, warga Batam yang menjadi nakhoda kapal tersebut mengaku pasrah.
“Kita di sini sudah pasrah, tak bisa berbuat apa-apa lagi, apa yang akan terjadi terjadilah,” kata Kris Ishak, keluarga Peter yang ditemui Tribundi kediamannya, Perumahan Mukakuning Paradise, Batuaji, Batam, Kamis (7/4) siang.
Ia mengaku sudah menyerahkan segala urusan pembebasan kepada pemerintah Indonesia. “Sudah kita serahkan semuanya kepada pemerintah” ucapnya.
Kris sebelumnya mengaku, keluarga di Batam dan di kampung halamannya Sangihe Sulawesi Utara sangat cemas dan khawatir soal nasib Peter dan teman-temanya.
“Waktu Peter sempat menghubungi perusahaannya dan memberitahukan kabarnya, dan saat itu juga pihak penyandera minta uang tebusan sebesar Rp14,3 miliar atau sebesar 50 juta Peso, batasnya Rabu (30/3) ini,” kata Kris Ishak.
Kris Ishak juga menuturkan orangtua Peter yakni Charlos Barahama dan Sipipce Selemburung. Terlebih abang Peter yaitu Samsared Barahama, terus melakukan komunikasi dengan pihak perusahaan terkait perkembangannya.
“Abangnya yang terus aktif menghubungi pihak perusahaan, karena abangnya juga, seorang pelaut. Mungkin dia sedikit tahu mengenai bajak laut ini,” terang Kris.
Sementara itu Youla Lasut istri dari salah satu ABK yang disandera, Alvian Elvis was-was.
Saban hari, dalam aktivitas apapun ia selalu membawa telepon seluler. Ia menunggu perkembangan terbaru dari suaminya.
“Setiap hari saya berharap ada kabar mengenai suami saya. Saya berharap dihubungi langsung suami,” kata Youla di kediamannya kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Kabar terakhir yang diterima Youla langsung dari suaminya yakni pada Minggu kemarin. Setelah itu menurut Youla ia hanya mendapat kabar perkembangan kondisi terkini dari perusahaan tempat suaminya bekerja yakni PT Patria Maritim Line.
“Kondisi terkahir menurut perusahaan suami saya dan yang lainnya dalam kondisi sehat,” katanya.
Tidak ada kabar langsung dari suaminya membuat Youla terus berkoordinasi dengan perusahaan dan Kementerian Luar Negeri yang sedang mengupayakan pembebasan.
Baik perusahaan maupun kemenlu meminta Youla untuk mempercayakan langkah-langkah yang sedang ditempuh.
“Selama ini yang berhubungan dengan pembajak yakni perusahaan dan Kemenlu. Menurut mereka kondisi aman. Perusahaan dan pemerintah meminta supaya bersabar dan meminta dukungan, agar segera dapat diselesaikan,” katanya.
Youla mengaku dirinya sangat percaya kepada pemerintah dan perusahaan. Langkah atau cara apapun yang ditempun untuk membebaskan suaminya adalah cara yang terbaik. Sehingga sejak awal peristiwa penyanderaan ia hanya menunggu kabar dan berdoa.
“Saya ikuti saja langkah pemerintah dan perusahaan, saya setiap hari berdoa supaya ini cepat selesai,” paparnya.
Hal senada diungkapkan Helen, tetangan Youla di Kebon Bawang, Tanjung Priok. Ia berharap pemerintah dapat segera membebaskan Alvian. Menurutnya menjadi tugas pemerintah untuk menjaga warga negaranya.
“Saya berharap pemerintah dapat segera membebaskan para sandera karena mereka adalah warga negara indonesia yang butuh perlindungan,” katanya.
Menurutnya semenjak kejadian penyaderan, tetangganya tersebut terlihat sibuk. Saban hari Youla keluar rumah untuk mencari tahu kabar terkini dan mengurusi upaya pembebasan.
“Setiap hari kelihatan sibuk dan kurang ceria. Saya juga kasian, engga terbayang kalau itu terjadi pada saya. Mungkin saya juga akan ngalami hal yang sama,” tuturnya.
Youla juga terlihat sibuk. Bahkan pada kamis siang, ia bersama sejumlah kerabatnya pergi meninggalkan rumah dua lantai menggunakan sedan Toyota. Ketika ditanya hendak kemana, Youla tidak menjawabnya. Ia hanya mengatakan sedang buru-buru.
Rumah Youla pun tampak sepi, setelah Youla pergi, tidak ada satu orang pun di dalam rumah yang didominasi warna biru-abu tersebut. Pagar besi setinggi satu meter tertutup rapat.
Tidak Memiliki Firasat
Meski baru dua bulan bekerja di Perusahaan Maritim Line, menurut Youla, suaminya sudah berkali kali mengarungi lautan. Suaminya, Alvian, telah 7 tahun bekerja di pelayaran.
“Sudah lama, bukan sekali ini saja, kurang lebih sudah tujuh tahun bekerja di pelayaran,” katanya.
Oleh karenanya menurut Youla, ia tidak menyangka apabila suaminya bakal menjadi korban pembajakan dan penyaderaan. Lantaran menurutnya, kejadian yang dialami sekarang ini merupakan pertama kali.
“Saya tidak menyangka, karena sudah sering suami saya berlayar,” katanya.
Selain itu menurutnya, ia tidak memiliki firasat apapun sebelum kapal yang ditumpangi suaminya tersebut dibajak. Seperti biasa suminya izin untuk bekerja, dan kadang menghubunginya ketika sedang bekerja.
“Saya tidak punya firasat apapun, normal saja, seperti biasanya,” paparnya.( Trb / IM )