Cuaca Ekstrim Angin Kencang Sering Sebabkan Kebakaran Kapal Ikan
dilaporkan: Liu Setiawan
Jakarta, 23 Maret 2024/Indonesia Media – Sesepuh Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman, Muara Baru Jakarta Utara, Muhammad Toha mengajak para pemilik dan anak buah kapal (ABK) tetap antisipatif terhadap kondisi cuaca ekstrim, angin kencang yang berpotensi terjadinya kebakaran kapal-kapal yang sedang merapat atau tambat labuh. Apalagi frekuensi kapal yang mendaratkan ikan sampai ratusan unit, dan rawan merembet serta menyebabkan kebakaran. “Kebanyakan kebakaran disebabkan korsleting listrik. Kadang, ada juga tukang las yang ceroboh sehingga ada percikan api. Disini, kebanyakan kapal kayu, tapi laminasi fiberglass. Sehingga percikan api mudah menyebar melalui bahan fiberglass,” Toha mengatakan kepada Redaksi.
Kebakaran kapal sering terjadi di Muara Baru, dan sering kali ABK nggak kapok-kapok. Mereka sering kali menggunakan instalasi listrik, kabel dan lain sebagainya di kapal. Tapi karena ceroboh dan tidak peduli, korsleting karena penggunaan kabel yang tidak sesuai memicu kebakaran. Selain, kapal juga kadang overload dan ABK lalai untuk cek instalasi listrik. Isolasi kabel yang rusak sering menyebabkan percikan api sampai akhirnya merembet dan terjadi kebakaran. “Untuk perbaikan kapal yang terbakar, biayanya juga sangat besar dan tergantung ukuran kapal. Rata-rata biaya perbaikan kapal, satu sampai satu setengah milyar rupiah. Setiap pemilik kapal di Muara Baru, sudah berlangganan dengan tukang-tukangnya. Tapi perbaikan mesin, biasanya mereka harus beli yang baru. Kalau bahan-bahan kayu, banyak tersedia di sekitar sini (Muara Baru),” kata Toha.
Beberapa hari yang lalu, dua kapal cakalang terbakar karena korsleting listrik. Pemilik kapal belum terpikir untuk segera memperbaikinya. Karena kebakarannya parah, kemungkinan besar semua mesin harus diganti. Untungnya, kebakaran tersebut tidak disertai ledakan tabung-tabung gas. Kapal-kapal yang merapat di pelabuhan juga tidak dilengkapi dengan hydrant. Selama ini, setiap kali terjadi kebakaran, semua pihak hanya mengandalkan dua pos dan delapan unit pemadam kebakaran (damkar). “solusi ke depan, hydrant harus dimaksimalkan dan mesin (pemadam kebakaran) setiap lima meter harus disediakan. Kalau sering kapal terbakar, para pengusaha dan ABK pasti rugi. 80 persen kemungkinan, kapal tidak bisa digunakan kembali. Walaupun dipaksakan, perbaikan hanya sebatas tambal sulam. Kayunya bisa cepat lapuk dan jebol, dan ABK tidak bisa menangkap ikan lagi,” kata Toha. (LS/IM)