BANGKOK – Krisis politik di Thailand sebulan terakhir, agaknya, belum akan reda. Massa pengunjuk rasa, ”Kaus Merah”, menolak bernegosiasi dengan pemerintah kemarin (12/4). Mereka tidak akan menyerah dalam memperjuangkan tuntutan pembubaran parlemen dan percepatan 
”Waktu untuk negosiasi sudah habis. Kami tidak mau berunding lagi dengan para pembunuh,” seru Weng Tojirakarn, pemimpin Kaus Merah, kepada Reuters. ”Kami harus terus berjuang,” lanjutnya. Dia menuturkan, pengunjuk rasa tidak merencanakan aksi apa pun kemarin sebagai penghormatan terhadap korban tewas dalam insiden sehari sebelumnya. Dalam insiden Sabtu lalu, tentara menyemprotkan water cannon serta menembakkan peluru karet dan gas air mata untuk 
Sedikitnya 21 orang tewas dan 874 lainnya luka-luka dalam insiden berdarah yang oleh sebuah koran lokal disebut sebagai The Battle for Bangkok itu. Korban tewas terdiri atas empat tentara serta 17 warga sipil dan demonstran. Salah seorang korban tewas adalah wartawan, yakni kamerawan TV Reuters Hiro Muramoto, 43, yang berkewarganegaraan Jepang. Setelah insiden itu, tentara diperintahkan kembali ke barak untuk menghindari situasi lebih buruk. Bentrokan tersebut merupakan kekerasan politik terburuk di Thailand dalam dua dekade terakhir atau sejak 1992 ketika terjadi insiden serupa antara massa demonstran dan tentara. Saat itu empat orang pengunjuk rasa tewas.

Massa Kaus Merah juga memamerkan setumpuk senjata yang mereka rebut dari tentara. Termasuk, pistol, senapan, maupun senjata mesin kaliber besar. Selusin lebih kendaraan militer -terdiri atas panser, Humvee, dan truk- digulingkan dan dilumpuhkan pengunjuk rasa.Di Khao 
Massa Kaus Merah -sebagian di antara mereka pekerja dan petani pendukung mantan Perdana Menteri (PM) Thaksin Shinawatra, yang terguling dalam kudeta pada 2006- mengultimatum PM Abhisit Vejjajiva supaya membubarkan parlemen dan meninggalkan Thailand. Negosiasi, tampaknya, macet karena massa Kaus Merah tidak mau mengubah tuntutan mereka.

Abhisit juga menyesalkan bentrokan Sabtu lalu. Dia meminta maaf kepada keluarga korban. Tetapi, dia menyatakan bahwa tentara hanya menjalankan tugas. Lewat siaran televisi, Abhisit juga menyerukan pertemuan dan dialog dengan para pemimpin Kaus Merah. Tetapi, seruan itu ditolak demonstran. ”Tak ada kesempatan untuk kembali (berunding) saat ini,” seru Nida Singjaroen, 36, demonstran yang juga petani asal Provinsi Surin, timur Thailand. ”Kami akan berjuang sampai penghabisan. Kami ingin jawaban atas apa yang terjadi pada rakyat. Abhisit harus bertanggung jawab.”
Meski ibu kota kemarin tenang, situasi tegang justru terjadi di luar Bangkok. Media massa 
















