Putar Modal Pribadi Penuhi Kebutuhan Penanaman Talas Beneng
dilaporkan: Setiawan Liu
Pandeglang, 05 Oktober 2020/Indonesia Media – Asosiasi Pelaku Usaha Talas Beneng (Asputaben) Pandeglang, provinsi Banten mengelola keuangan, menjaga putaran modal pribadinya, yang saat ini mencapai sekitar Rp 100 juta per 16 ton dari pengumpulan hasil budidaya masyarakat. “Putar (modal) Rp 100 juta dengan ketat sambil menyesuaikan kebutuhan (kegiatan budidaya talas). Kondisi sekarang, (pengumpulan) baru sekitar 16 ton. Jumlahnya masih jauh dari yang kami harapkan, (yakni) 37 ton per bulan,” Ketua Asputaben Pandeglang, Ardi Maulana mengatakan kepada Redaksi.
Pemerintah Provinsi Banten melalui Dinas Pertanian menyiapkan sejumlah langkah dan strategi dalam meningkatkan ekspor talas beneng khas Pandeglang. Jajaran Dinas Pertanian tingkat provinsi dan kabupaten Pandeglang terus menentukan langkah strategis untuk ekspor talas beneng, termasuk penjajakan kerjasama dengan pengusaha. “Kami harus kelola uang, walaupun sudah ada janji dari ibu Irna (Bupati Pandeglang, Irna Narulita) untuk bantu sarana prasarana produksi, (yakni) dryer (mesin pengering). Terutama musim hujan seperti sekarang ini, proses pengeringan talas beneng ‘kejar-kejaran’ demi mencegah pembusukan. Daun, umbi talas harus segera diproses dalam kurun waktu empat hari. Lebih dari itu (empat hari), pasti busuk. Kalau hujan, tidak ada terik matahari, kami harus berhenti produksi, tidak ada cara lain. Sehingga kami tunggu realisasi (janji ibu Bupati Pandeglang, Irna Narulita) untuk bantuan dryer,” tegas Ardi Maulana
Beberapa hari yang lalu, kunjungan Irna Narulita dan jajaran Dinas Pertanian ke kelurahan Cilaja Majasari menggemakan ‘Saya Bangga Talas Beneng Pandeglang Mendunia.’ Irna juga mendorong ibu-ibu rumah tangga di Cilaja terdorong tanam talas di halaman rumah. Karena hasil penanaman sudah pasti mendongkrak penghasilan keluarga. Irna meyakini permintaan pasar luar negeri dari negara-negara eropa dan asia seperti Belanda, Swedia, Jerman, Selandia Baru, Jepang, Korea, Malaysia, sehingga perlu ada kesinambungan produksi melalui penanaman. Pengembangan talas beneng, dari hulu sampai hilir perlu dibarengi dengan kebersamaan, gotong royong warga Pandeglang, termasuk yang dari Cilaja. “Pasar ekspor sudah pasti mengutamakan kualitas, perlu ada QC (quality control) yang ketat. Mesin produksi, terutama dryer yang bisa menjawab (permintaan pasar luar negeri). Perkiraan kami, kebutuhan pasar luar negeri mencapai 37 ton per bulan,” kata Ardi Maulana.
Pasokan baru mencapai sekitar sekitar 16 ton, terutama umbi, daunnya (talas) untuk diolah menjadi chips. Ekspor yang berlangsung sekarang, (sebagian) juga melalui pengumpul di Bogor (Jawa Barat), Jember (Jawa Timur). Sekali pengiriman dengan angkutan truck berupa 20 – 30 ton dalam bentuk chips. “(ekspor) minimal setengah jadi, selain chips. Kami juga belum bisa penuhi semuanya. Kami beli umbi, daunnya sekitar Rp 1500 (seribu, lima ratus rupiah) per kilo. Harga memang masih jauh di bawah harapan warga (yang membudidaya). Karena ekspor yang ada juga harus lewat Bogor, Jember (Jawa Timur),” kata Ardi Maulana. (sl/IM)