Photographer yang Sering Pameran Tunggal, Meneropong Fenomena Sosial
dilaporkan: Setiawan Liu
Jakarta, 16 Januari 2021/Indonesia Media – Suka duka pasti mewarnai profesi dan pencapaian karir seseorang, termasuk photographer lepas (freelance) Sutrisno Jambul yang bukan hanya memotret berbagai objek, suasana dan lain sebagainya, tetapi juga exhibition (pameran). Bahkan, pada tahun 2017, 2018 dan 2019 berturut-turut, Sutrisno menyelenggarakan pameran tunggal dengan tema ‘Perempuan’ (2017), ‘Lelaki’ (2018) di Institut Français d’Indonésie (lembaga yang bernaung di bawah Kedutaan Besar Perancis di Indonesia). “Suka duka pasti ada. Dukanya, pada waktu 2006-2007, foto-foto saya dianggap ‘sampah’ dan tidak ada ‘masa depan’. Tapi setelah pameran berlangsung setiap tahun (2017 – sekarang), berulang-berulang, karya (fotografi) saya terapresiasi,” kata Sutrisno kepada Redaksi di Jakarta.
Hasrat menapaki karir sebagai photographer dalam waktu dekat, yakni rencana penerbitan buku. Isi dan konsep buku tersebut, yaitu tembok-tembok di berbagai sudut Jakarta. Berbagai perusahaan baik skala kecil-besar, ratusan jenis usaha seperti toko kelontong, les privat, sedot WC, salon kecantikan dan lain sebagainya sering menggunakan sticker iklan di tembok-tembok. “Fenomena tersebut (sticker iklan di tembok-tembok) berlangsung masif pada tahun 2005 – 2010. Iklan tersebut jelas komersil, mencari keuntungan. Tapi sekarang sudah hilang, karena mereka sudah beralih pada sosial media atau era digital. Ini merupakan fenomena sosial yang sangat menarik,” kata pria kelahiran Jakarta, 14 October 1978.
Setelah belasan tahun menggeluti profesi photographer, ia merasakan sukanya ketika karyanya diapresiasi. Sebagaimana setiap kali pameran, para kurator dalam fotografi dan kritikus foto memberi penilaian. “Saat karya-karya saya sudah melewati satu proses (kritisi dan kurasi), ada apresiasi dan penilaian yang baik dari rekan seprofesi atau photographer berlatar-belakang genre yang lain,” kata Sutrisno.
Di tengah suasana pandemi covid, ia kembali gelar pameran 29 foto karyanya di Sekretariat PFI (Pewarta Foto Indonesia) di Jl. Ampera Raya, Jakarta Selatan. Berbagai foto abstrak dipamerkan tetapi ada pembatasan pengunjung serta penerapan protokol kesehatan. Pengunjung dibatasi hanya dapat menyaksikan pameran selama 20 menit dan maksimal 10 orang di dalam ruang pamer. Ia melihat kondisi sekarang, dimana pandemi covid masih mendera, semua orang cenderung menyelamatkan diri masing-masing. “Kita semua diuji untuk bisa bertahan di tengah pandemi. Di sisi lain, kita tetap diminta bertoleransi, membangun rasa kemanusiaan termasuk di tengah rentetan bencana di tahun ini. Jatuhnya pesawat Sriwijaya, banjir, dan gempa di Sulawesi Barat merupakan kabar duka di awal tahun. Sejumlah perusahaan penerbitan juga mengalami kesulitan finansial (keuangan), tapi photographer yang bernaung di bawah PFI (Pewarta Foto Indonesia) termasuk saya semakin terdorong untuk mengangkat tema yang bisa menggugah hati, mengetuk nurani masyarakat,” kata Sutrisno yang karya-karyanya pernah ditayangkan di Guardian, AP Images, grup media Bauer Australia, Huffington Post, Barcroft Media, Corbis dan Getty Images. (sl/IM)