Permasalahan Petani Pisang di Indonesia pada Sistem Tanam
dilaporkan: Setiawan Liu
Jakarta, 27 November 2020/Indonesia Media – Permasalahan pada tingkat petani untuk produk hortikultura pisang yakni sistem tanam yang bermasalah sehingga nilainya rendah, sementara jumlahnya mencapai sekitar 17 persen dari keseluruhan tanaman. Masyarakat belum dibekali know how khususnya penanaman sehingga berdampak pada kegiatan hilir, yakni pemasaran. “Pisang ibaratnya ‘beras’ buah-buahan, (prosentase) paling besar dibanding produk hortikultura lain,” kata pelaku usaha pengembangan kebun pisang ternama di Indonesia, Martin Minar Widjaja.
Pisang cavendish adalah jenis pisang yang paling populer di Indonesia dan di dunia umumnya. Nama lain dari pisang cavendish adalah pisang ambon putih. Pisang cavendish dapat tumbuh di iklim tropis (tropical fruits). Meskipun jenis pisang ini dapat tumbuh di Indonesia bukan berarti pisang ini berasal dari Indonesia, akan tetapi berasal dari Amerika. Permintaan pasar mengenai pisang ini terus meningkat, sehingga harus dipenuhi dengan impor. “Petani menanam begitu saja. Masyarakat kita ibaratnya tanam pisang dengan satu tangan saja, bisa. Apalagi, kalau (penanaman) dengan dua tangan, (hasilnya) lebih dari itu,” katanya.
Selain rasanya nikmat untuk dikonsumsi, pisang cavendish juga banyak dijadikan sebagai bahan baku untuk makanan bayi. Misalnya saja diolah menjadi puree atau tepung pisang. Pisang cavendish sangat tepat dan cocok untuk makanan bayi, karena memilik daging yang lunak sehingga nyaman untuk dikonsumsi balita.Pisang dapat tumbuh di daerah tropis baik di dataran rendah maupun dataran tinggi dengan ketinggian tidak lebih dari 1.600 m di atas permukaan laut (dpl). “Yang masih kurang untuk peningkatan pisang, (yakni) ketersediaan bibit, pengetahuan petani terhadap kondisi pasar termasuk size pasar. Pisang tumbuh dengan berat rata-rata 15 kilogram. Padahal, kalau pengelolaannya baik, skill petani juga bagus, (berat pisang) mencapai 30 – 40 kilogram per tandan,” kata Martin.
Kajian nilai tambah produk pertanian selama ini dianggap sangat penting mengingat pertanian sebagai salah satu sektor pembangunan perekonomian nasional. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Pertanian menjadi salah satu sektor yang mendominasi struktur produk domestik bruto (PDB) Indonesia menurut lapangan usaha. Value addition (nilai tambah) pada produk hortikultura, khususnya pisang yakni berupa tingkat kesegarannya. “Buah-buahan bernilai tambah, kalau buahnya fresh. Nilai tinggi di pasaran kalau fresh. Semua produk hortikultura ditentukan dengan grade A, B, C. kalau nilai A, (produk) diterima dimana saja. Tapi opsi terakhir kalau (pisang) menjadi waste, ketimbang dibuang, dijadikan pupuk. Tapi kalau dijadikan pakan ternak, (opsi) yang paling jauh dan hampir belum pernah terpikirkan oleh para pelaku usaha pisang,” kata CEO Sinar Manise Indonesia (offtaker pisang Nusantara)
Ia mengaku optimis dengan prospek agribisnis khususnya pisang di berbagai daerah di Indonesia. Sehingga investasi terus meningkat, termasuk rencana ekspansi lahan pertanian sampai puluhan sampai ratusan hektar dengan PT Pandawa Agro Sumatera di beberapa kabupaten terutama Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Karo. “Konsep ke depan, pengembangan pisang lokal dengan skala prioritas, seperti plantation dekat dengan pasar. Sehingga logistic murah, barang tetap segar,” katanya. (sl/IM)