Tanpa ada rencana atau niat apapun entah bagaimana saya masuk ke situs Wikihow dan membaca
tulisan bertopik “How to Become a Senator”. Di situs tersebut dicantumkan hal-hal yang biasa dilakukan
oleh seseorang di AS untuk menjadi seorang senator. Secara konstitusi, semua warga negara AS yang
telah berusia minimum 30 tahun, telah menjadi warga negara AS minimal selama 9 tahun dan terdaftar
resmi sebagai penduduk suatu daerah di AS berhak mencalonkan dirinya untuk menjadi seorang senator.
Dalam prakteknya, ternyata ada hal-hal lain yang membuat seseorang itu lebih pantas untuk maju
sebagai calon senator selain memenuhi syarat-syarat konstitusi di atas. Diantaranya adalah memiliki
latar belakang karier yang solid di luar ranah politik, memiliki pengalaman politik terutama dalam hal
pernah terpilih untuk menduduki suatu jabatan politis di lingkungan tertentu (district atau kota), terbukti
memiliki integritas, memiliki target yang masuk akal tercapai dan sesuai dengan tuntutan konstituen-nya,
dan memiliki kemampuan mengorganisasi mesin kampanye yang efektif.
Saya tidak tahu apakah hal-hal yang disebutkan di atas merupakan jalur resmi untuk menjadi
seorang senator, tapi semuanya cukup masuk akal. Misalnya, memiliki latar belakang profesi atau karier
yang solid di luar ranah politik adalah kualitas yang bukan saja menjadi nilai tambah tapi merupakan
kualitas yang sangat penting keberadaannya. Seseorang yang memiliki karier yang solid menandakan
bahwa ia tahu apa yang mesti dikerjakannya dan ke arah mana kariernya ini mau dibawa.
Pada tanggal 9 April 2014 ini rakyat Indonesia akan memberikan suaranya pada Pemilu Legislatif
yang akan memilih ratusan orang untuk menjadi wakil rakyat dan duduk menjadi anggota DPR dan
DPRD. Rakyat Indonesia saat ini bagaikan seorang pengunjung restoran yang sedang disodori ratusan
menu makanan. Semuanya menjanjikan bahwa koki makanan tersebut akan menciptakan makanan lezat
apabila pengunjung ini memesan menu makanan yang disodorkan. Padahal belum tentu masakan yang
dimasak koki ini akan sesuai dengan ekspektasi lidah pengunjung restoran ini.
Sebagai pengunjung restoran, rakyat Indonesia selama lima tahun terakhir ini dapat digambarkan
sebagai pengunjung restoran yang kecewa dengan hasil masakan para kokinya. Misalnya, pada tahun
2013 DPR mestinya menyelesaikan 70 Undang-undang (UU), tapi mereka hanya mampu menyelesaikan
20 saja. Di tahun 2014 ini mereka ditargetkan menyelesaikan 66 UU, tapi hingga bulan Februari baru 1
UU saja yang telah selesai. Melihat jadwal Pemilu tahun ini dapat dipastikan bahwa para anggota DPR
tidak akan mampu mencapai target tugas tersebut.
Data di atas ternyata bukan kabar buruknya. Di tahun 2012 ketua Mahkamah Konstitusi (MK)
saat itu, Mahfud MD, secara terbuka menyatakan bahwa dalam kurun waktu 9 tahun MK menerima 460
kasus UU yang dimintakan Judicial Review (pengulasan kembali). Dari 460 UU yang diajukan oleh
MPR/DPR, MK membatalkan 322 UU dan hanya “meluluskan” 138 produk yang diajukan sebagai UU.
Artinya, hanya 27% dari semua produk yang diajukan sebagai UU itu lulus quality control MK.
Apa artinya? Artinya, para anggota DPR yang telah dipercaya oleh rakyat sebagai badan legislatif
untuk membuat aturan dan UU bagi bangsa dan negara terbukti malas dan tidak kompeten dalam
melaksanakan tugasnya. Lebih jauh lagi, hal ini menunjukkan bahwa selama masa pasca-Reformasi ini
rakyat Indonesia telah memilih wakil-wakil rakyat yang salah.
Saya pribadi tidak tahu kualitas mayoritas calon anggota DPR yang nantinya nama-nama mereka
akan disodorkan kepada saya di bilik pemilu. Malahan, mungkin saja saya tidak tahu sama sekali kualitas
semua calon anggota DPR ini. Sehingga bagi saya pribadi antara memilih dan menjadi golput dua-duanya
memiliki resiko terburuk yang sama: negara ini akan terpuruk karena inkompetensi dan impotensi DPR.
Kalau menjadi golput dinilai sebagai sikap yang salah, mungkin ada baiknya kita menerapkan
standar dalam menentukan pilihan kita di Pemilu Legislatif ini. Kita bisa memakai informasi di WikiHow
di atas mengenai syarat-syarat menjadi US Senator, terutama syarat-syarat praktikal-nya. Misalnya kita
bisa bertanya apa latar belakang profesi calon tersebut; bagaimana performa kerja dan jalur karier calon
tersebut. Andaikan dia seorang pengusaha, apakah ia telah menjalankan usahanya dengan tidak melanggar
hukum dan tidak merusak lingkungan? Apakah ia memiliki integritas sebagai seorang pengusaha yang
[Type text]
baik dan bukannya pengusaha yang menilep pajak atau mengkesploitasi buruh?
Banyak orang dari berbagai segmen yang mencoba peruntungannya sebagai calon anggota DPR/
DPRD. Ada yang tukang parkir, pengusaha warteg hingga karyawan pabrik. Mereka semua memang
berhak mengajukan diri sebagai calon anggota DPR dengan status mereka sebagai WNI. Tetapi, alangkah
semakin suramnya masa depan DPR dan negara ini apabila mereka yang terpilih. Kualitas UU yang
dikerjakan oleh DPR hanyalah dua macam: UU yang pasti akan ditolak MK dan UU yang disetir oleh
kepentingan pihak tertentu untuk mengambil keuntungan pribadi.
Dalam Pemilu Legislatif tahun ini saya akan menggunakan standar dari WikiHow di atas untuk
menilai calon-calon yang ada. Walaupun mayoritas belum ada yang saya kenal, saya berharap sebelum 9
April nanti akan muncul beberapa nama yang sesuai dengan standar yang saya miliki ini. Kalau sampai
tidak ada calon yang tepat, well, setidaknya saya telah menunjukkan kecintaan saya kepada tanah air
Indonesia dengan tidak memilih wakil rakyat seperti membeli kucing dalam karung. (RO – Twitter:
@iamwongkampung)