Majelis Kerajaan Kalimantan Barat akan mengumpulkan ahli waris korban pembantaian puluhan ribu warga setempat oleh Jepang pada 1942-1945 terkait berhasilnya gugatan warga Rawagede kepada Pemerintah Belanda beberapa waktu lalu.
“Kami akan mencoba menyamakan persepsi karena gugatan itu memberi inspirasi untuk mengajukan tuntutan kepada Pemerintah Jepang,” kata Ketua Majelis Kerajaan Kalbar, Gusti Suryansyah saat dihubungi di Pontianak, Sabtu (17/9).
Menurut dia, Majelis Kerajaan Kalbar berkepentingan dalam hal itu karena sebagian dari 21.037 jiwa korban Jepang yang dimakamkan di Cagar Alam Mandor, Kabupaten Landak, merupakan panembahan, keluarga kerajaan serta kesultanan yang ada di provinsi tersebut.
“Yang tercatat 21.037 orang dan kami yakin tidak semua dibunuh dan dimakamkan di Mandor,” kata dia.
Gusti Suryansyah adalah salah satu ahli waris dari Tragedi Mandor. Dari sisi ayah, yang menjadi korban adalah Panembahan Gusti Abdul Hamid, kakek Gusti Suryansyah, yang di masa itu dikenal sebagai Panembahan Landak. Sedangkan sisi ibu, juga kakeknya, yakni Panembahan Gusti Muhammad Taufik dari Kerajaan Mempawah.
Di lokasi cagar alam yang terdapat Monumen Daerah Mandor terbaring 21.037 jiwa rakyat Kalbar. Mereka multietnis. Ada Melayu, Dayak, 45 Batak, Manado, Jawa dan lainnya.
Kalbar mempunyai Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2007 tentang Peristiwa Mandor dan dinyatakan pada 28 Juni sebagai Hari Berkabung Daerah (HBD) Provinsi Kalimantan Barat