Dulu ketika kami masih anak-anak – sekitar berumuran 5 sampai 8 tahun –
pabila mau buangair-besar selalu mencari tempat yang tinggi yang di
bawahnya
ada air – sungai atau kali atau tali-air. Biasanya di atas jembatan. Dan
begitu tinja nyemplung ke bawah ke atas air – berbunyi plung…plung….
rasanya bunyi itu begitu indahnya. Kebiasaan ini ternyata bukan hanya pada
kami anak-anak kampung saya atau hanya sebagian anak-anak, tetapi hampir
merata. Orang dewasa-pun suka sekali berak di air. Kebiasaan ini yang
mula-mula saya lihat dan saya rasakan tentulah di kampung kami di
Belitung.
Tetapi ternyata ketika saya hidup di Bogor-pun, dekat sungai yang begitu
banyak berbatu dan airnya mengalir deras, tetap saja saya banyak melihat
orang-orang pada berak di air, dengan nongkrong diatas bebatuan atau kayu
yang agak tinggi di atas air. Rasanya mereka itupun sama dengan kami
ketika
kami pada masa kecilnya. Sama-sama suka berak di atas air atau sedang
dalam
air. Yang pokok – rasanya sungguih enak berak di atas air atau dalam air
sambil berendam-diri.
Lalu ketika saya hidup di Tiongkok selama 18 tahun – dan sudah menjalani
sebagian besar tanah Tiongkok, sampai ke pedalaman – pedesaan –
pegunungan –
tidak pernah saya melihat anak-anak apalagi orang dewasa yang berak di
atas
air atau sedang dalam air seperti ketika kami masa kecil dulu. Mereka –
penduduk Tiongkok – sangat menghormati air dan juga menghormati tanah. Air
bagi penduduk Tiongkok adalah maha-penting – dan samasekali harus
dihormati
– disayangi – dan bukan buat dikotori – bukan buat dicemari, misalnya
diberaki di atasnya atau di dalamnya! Pengalaman inilah yang saya sempat
catat yang paling penting – bahwa penduduk Tiongkok sangat menghormati dan
menyayangi air. Ketika dulu saya bercerita kepada beberapa kenalan dan
teman-teman saya yang orang Tiongkok asli – totoknya – mereka tercengang
besar – lha kok air diberaki begitu! Samasekali tak masuk akal – lha kok
ada
orang berak di atas air dan dalam air. Ketika mereka tercengang itu -> sayapun juga tercengang, tetapi dari segi sebaliknya – lha apa anehnya
berak
di atas air sih!
Ternyata kebiasaan jelek dan kebiasaan buruk yang dulu kami lakukan, kini
saya mendapat pelajaran dari mereka – penduduk Tiongkok – terutama massa
petaninya – pelajaran itu yalah harus menghormati air – harus menyayangi
dan
mencintai air. Air adalah mahapenting buat kehidupan. Tubuh kita yang
hidup
ini, juga sangat penting peranan air dalam perjalanan darah dan kehidupan.
Begitu juga tanah. Tanah juga termasuk mahapenting bagi kehidupan – sama
setingkat dengan air. Tanah yang terbengkalai – tidak dipedulikan atau
secara sembarangan mengolahnya – tidak memperhitungkan segi-segi perusakan
>atasnya – adalah suatu kesalahan besar – adalah dosa kepada Shangti =
Tuhan.
Tidak boleh membiarkan tanah terbengkalai atau merusaknya – menggalinya –
membongkarnya – membiarkannya tidak produktive.
Selama saya hidup belasan tahun di Tiongkok, pelajaran inilah yang sangat
berkesan bagi saya. Bagaimana dan betapa rakyat Tiongkok sangat
menghargai –
sangat memuliakan – menghormati air dan tanah. Yang ketika masa kecil kami
dulu itu pabila dibandingkan dengan pelajaran yang saya dapat dan temukan
ini – betapa bertentangan dan diametralnya. Rasanya begitu besar dosa kami
dulu itu – dan terkadang pabila saya teringat akan semua itu – saya
menggelengkan kepala lalu manggaruknya meskipun tak ada rasa gatalnya!
Tetapi semua itu selalu ada hikmahnya – mata saya dan pikiran saya jadi
terbuka dan saya akan katakan – pesankan kepada anak-anak lain – termasuk anak-cucu saya – agar sekali-kali janganlah berbuat mencemari – mengotori
air dan tanah. Hargailah – hormatilah – sayangilah air dan tanah,-
——————————
> Holland,- 3 Juni 05,-