Penyelenggara Miss Muslimah di Jakarta mengatakan, acara ini sengaja menantang kontroversi kontes Miss World di Bali, dengan mendorong alternatif gagasan kecantikan yang lebih sederhana.
Di Indonesia, penyelenggara kontes kecantikan “Miss World” telah menyerah pada tekanan kelompok Islam garis keras dan memindahkan tempat final acara itu ke Bali. Tetapi di ibukota Jakarta, perempuan Muslim dari seluruh dunia menyelenggarakan acara tersendiri untuk menyaingi “Miss World”.
Dalam acara “Miss Muslimah 2013”, pakaian hijab panjang – bukan bikini – menjadi pakaian resmi di atas panggung. Kontes kecantikan ini disebut-sebut sebagai “jawaban Islam pada kontes Miss World”, yang pesertanya bahkan berasal dari Iran dan Nigeria.
Eka Shanti – mantan penyiar TV Indonesia – menyelenggarakan acara ini setelah kehilangan pekerjaannya karena ia menolak melepas jilbabnya saat siaran.
Eka Shanti mengatakan acara yang dilangsungkan di Jakarta sengaja menantang kontroversi kontes Miss World di Bali. “Miss Muslimah” – ujarnya – mendorong alternatif gagasan kecantikan yang lebih sederhana.
Para peserta “Miss Muslimah” diwajibkan mengenakan hijab dalam keseharian mereka. Mereka dinilai soal bagaimana membaca ayat-ayat suci Al Qur’an serta pandangan mereka tentang Islam dan dunia modern.
Andreas Harsono dari Human Rights Watch di Indonesia mengatakan baik “Miss World” maupun “Miss Muslimah” sebenarnya adalah kontes kecantikan dan tidak berbeda satu sama lain.
“Mereka – Miss World dan Miss Muslimah – bicara soal kecantikan perempuan, meskipun Miss Muslimah dikaitkan dengan Islam seperti mengenakan hijab dan sebagainya. Namun jika argumen yang sama digunakan terhadap mereka – yaitu menonjolkan seksualitas – tentu saja kontes Islami ini juga dapat disebut tidak-Islami. Ini jelas diskriminasi total terhadap apapun yang dinilai bukan Islam,” kata Andreas.
Andreas Harsono mengatakan menjaga penampilan Islami kini sedang meningkat, bahkan lebih dari 100 peraturan daerah mengharuskan perempuan mengenakan jilbab.
Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam dan banyak yang mempraktekkan Islam moderat. Tetapi pecahan-pecahan kelompok Islam garis keras menentang rencana untuk menyelenggarakan final “Miss World” di Jakarta. Mereka menggambarkan kontes ini sebagai “pornografi”. Para demonstran ini mengancam akan membajak acara itu dan bahkan membakar patung penyelenggara.
Para penyelenggara “Miss World” sudah berjanji untuk tidak mengadakan kontes bikini dan sebaliknya menggunakan sarung, tetapi kelompok garis keras ini tidak bergeming.
Pemerintah akhirnya mengalah, dengan memerintahkan agar acara final “Miss World” dilangsungkan di Bali, yang acara pertamanya sudah dibuka tanggal 8 September nanti.
Sejak saat itu kedutaan-kedutaan Inggris, Amerika dan Australia telah mengeluarkan peringatan bahwa ekstrimis mungkin masih akan menyerang acara itu.
Andreas Harsono mengatakan keputusan itu menunjukkan bahwa pemerintah telah gagal terhadap kelompok keagamaan ekstrimis.