JAKARTA – Presiden RI ke-3 BJ Habibie meminta mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Djoko Santoso selaku salah seorang tokoh generasi peralihan agar terus memelihara nilai-nilai kejuangan, mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan membantu mewujudkan estafet kepemimpinan nasional.
“Dengan terpeliharanya nilai-nilai kejuangan dan NKRI serta terwujudnya estafet kepemimpinan nasional dengan cara yang baik, saya yakin ke depan Indonesia akan menjadi negara demokratis yang disegani,” kata Habibie ketika menerima Djoko Santoso (Djokosan) selaku Ketua Dewan Pembina Gerakan Indonesia Adil, Sejahtera, Aman (ASA) di Jakarta, Senin (3/2).
Dalam audiensi di kediaman Habibie itu Djoko Santoso atau Djokosan didampingi oleh pengurus Gerakan Indonesia ASA lainnya, yakni Laksda TNI (Purn) Darmansyah (anggota Dewan Penasihat), Abu Kasim Sangadji (anggota Dewan Penasehat) dan Elizabeth Henny Santoso (Sekretaris).
Sementara itu Habibie dalam pertemuan tersebut didampingi oleh para pengurus The Habibie Center, yakni Muladi (anggota Dewan Pembina), Ahmad Watik Pratiknya (Ketua Dewan Pengurus), dan Dewi Fortuna Anwar (Ketua Institute for Democracy and Human Rights) serta pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indria Samego.
Habibie lebih lanjut menjelaskan, nilai-nilai kejuangan yang harus terus dipelihara dan ditingkatkan terutama mencakup nilai-nilai luhur Pancasila, nasionalisme, dan daya saing bangsa, sementara NKRI harus terus dipertahankan dengan mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa.
Khusus mengenai estafet kepemimpinan nasional, Habibie yang menyebut Djoko Santoso sebagai salah satu tokoh generasi peralihan minta agar Panglima TNI 2007-2010 itu turut membantu terwujudnya peralihan kepemimpinan nasional secara damai dan demokratis dengan memperhatikan realitas sosial.
Realitas sosial itu sendiri mencakup dimensi suku dan agama serta unsur mayoritas-minoritas. Dalam kaitan ini dimensi agama harus menjadi pertimbangan utama, sebab aspek agama menyangkut sisi emosional.
“Saya tidak bicara SARA. Tetapi dengan memperhatikan realitas sosial, tentu Presiden RI mendatang idealnya adalah tokoh yang beragama Islam karena kebanyakan penduduk Indonesia beragama Islam serta berasal dari suku Jawa karena mayoritas rakyat Indonesia adalah orang Jawa. Tetapi asal suku tentu tidak mutlak harus Jawa,” katanya.
Menurut Habibie, Amerika Serikat yang sistem demokrasinya sudah berjalan lebih dari 200 tahun pun memperhatikan dimensi suku dan agama serta aspek mayoritas-minoritas. Dalam kaitan ini dimensi agama bahkan menjadi lebih dominan.
Dikatakannya, Presiden Amerika John F Kennedy tewas pada 22 November 1963 dalam iring-iringan mobil melalui Dallas, Texas. Lima tahun kemudian, saudaranya, Robert F Kennedy juga dibunuh di sebuah hotel di Los Angeles saat merayakan kemenangannya dalam pencalonan Presiden Partai Demokrat. Kennedy bersaudara itu beragama Katolik, sementara mayoritas warga Amerika beragama Protestan.
“Sekarang, kenapa Barack Obama diterima menjadi Presiden Amerika bahkan terpilih sebagai presiden untuk kedua kalinya? Tidak lain karena dia beragama Protestan, meski dia warga kulit hitam yang merupakan penduduk minoritas di Amerika,” ujarnya.
Sama nya loe kaya si Amien Rais.SARA aja kaga ngaku.Kalo presiden nanti dari luar jawa kenapa emang?Kaya orang jawa bijaksana semua?Jujur?Adil?Ngak korupsi?Ngak kan.Jangan didengar nih orang ngaco.
Ini namanya ngawur.
Orang satu ini pintar dibidang technik, tapi begonya setengah mati dibidang politik. Dulu karena luck dia jadi presiden (yang bego). Dia nggak mau ngaca suku apa dia itu.
Habibie = Habis Bicara Bingung melulu
habibi sadar dong ni negara pancasila bukan kapitalissss lhooo……!!!!!
loe aja yg begooooooo….ngaca dong