Direktur Eksekutif Institut Victor Chang, Sydney, Profesor Bob Graham, mengatakan, teknik yang baru dikembangkan ini bisa menyelamatkan 20 sampai 30 persen orang yang mengalami masalah jantung.
Para dokter di Rumah Sakit St Vincent, Sydney, berhasil mencangkokkan sebuah jantung yang sudah berhenti berdetak selama 20 menit.
Jantung itu dihidupkan kembali dengan sebuah alat pacu dan kemudian disuntik dengan cairan yang dikembangkan para peneliti di rumah sakit tersebut dan Pusat Penelitian Jantung Victor Chang selama 12 tahun.
Kepada stasiun televisi ABC dalam acara The World Today, Professor Graham mengatakan, dalam banyak kasus, jantung yang disumbangkan biasanya berasal dari mereka yang otaknya sudah tidak berfungsi, tetapi jantung masih berfungsi menggunakan ventilator. Artinya jantung itu masih berdetak ketika dicangkokkan.
Dengan adanya teknik ini, lebih banyak jantung lagi yang bisa digunakan untuk operasi pencangkokan. Profesor Graham mengatakan, korban yang sudah kehilangan fungsi otak antara 90-95 persen pada umumnya akan mengalami gagal jantung, ginjal, dan hati yang bisa berlangsung dalam bilangan jam sampai hari.
“Yang terjadi adalah bila ada seorang pasien yang otaknya sudah hampir tidak berfungsi, tinggal sedikit saja, sehingga mereka tidak bisa dikatakan mati,” kata Graham.
“Bila keluarganya setuju agar mesin pembantu dimatikan, kemudian jantungnya secara perlahan akan berhenti dalam waktu 15 menit. Secara hukum, kita harus menunggu lagi lima menit untuk memastikan jantungnya benar-benar berhenti,” tambah dia.
“Setelah itu, kita bisa mengambil jantungnya dan menaruhnya di dalam konsol yang bisa dihubungkan dengan aliran darah ke jantung yang menyalurkan oksigen,” paparnya.
“Secara perlahan, jantungnya akan berdetak lagi. Kami bisa juga memberikan cairan yang bisa mencegah kerusakan jantung karena tidak adanya oksigen,” kata Graham.
Profesor Graham mengatakan, cairan bisa mengurangi kerusakan pada jantung, membuatnya lebih tahan untuk dicangkokkan dan meningkatkan fungsi jantung ketika dihidupkan kembali.
“Jadi, dua hal ini (konsol dan cairan) merupakan kombinasi yang sangat bagus, memungkinkan pencangkokan jantung yang sudah berhenti berdetak. Sebelumnya, hal ini tidak pernah terjadi.” papar Graham lagi.
Profesor Graham mengatakan, pencangkokan pertama dilakukan terhadap seorang pasien wanita asal Sydney berusia 57 tahun, Michelle Gribilas, yang dilakukan tiga bulan lalu.
“Jantung pertama yang kami gunakan pada awalnya kelihatan sangat buruk, tidak berdetak sama sekali,” Graham menjelaskan.
“Pada saat jantung itu sampai di Rumah Sakit St Vincent dari tempat asal pasien donor, jantungnya terlihat lebih bagus. Ketika sudah berhasil dicangkokkan, jantung terlihat lebih bagus lagi,” ujar dia.
“Beberapa hari setelah operasi, kami melakukan pengecekan dan semua fungsi jantung normal. Tidak ada bukti adanya kerusakan jaringan,” lanjut dia.
Kemudian, mereka melakukan pencangkokan kedua terhadap Jan Damen, seorang pria berusia 44 tahun.
Profesor Graham mengatakan, teknik ini membuka opsi bagi pencangkokan jantung di banyak negara di mana definisi seseorang dinyatakan meninggal adalah kematian otak, bukan kematian jantung.
“Di negara-negara ini, mereka tidak bisa melakukan pencangkokan jantung. Sekarang membuka kesempatan di Jepang, Vietnam, atau di tempat lain di mana definisi mati adalah matinya jantungnya, bukan matinya otak,” kata Profesor Graham.
keren…….pelopor di Dunia Pencangkokan Jantung, akan lebih banyak orang tertolong