Jalan Raya Bogor terbentang sepanjang 45 kilometer dari Cililitan Jakarta Timur di utara hingga Bogor di sebelah selatan. Jalan raya ini merupakan sepenggal jalan tua yang legendaris, sebagai penghubung Batavia (Jakarta) dan Buitenzorg (Bogor).
alan ini telah ada sebelum Marsekal Herman Willem Daendels memerintahkan membangun De Grote Posweg atau Jalan Raya Pos antara Anyer sampai Panarukan yang kebetulan melewati jalur ini.
Jalan Raya Bogor sesungguhnya bukan bermula di Cililitan karena jalan ini merupakan sambungan dari Mesteer Cornelis Weg (sekarang Jalan Matraman Raya), yang selanjutnya terhubung dengan Batavia. Namun di zaman Republik jalan ini dipenggal-penggal seperti yang ada sekarang.
Dahulu jalan ini merupakan akses utama dari Batavia ke Buitenzorg. Namun dengan dibukanya jalan tol Jagorawi lambat laun peran jalan ini pun tergantikan, meskipun tak mengurangi volume kendaraan yang lalu-lalang di atasnya.
Dahulu, menurut cerita Baron Gustaaf Willem van Inhoff (Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang memerintah dari 1743 sampai 1750), untuk mencapai Buitenzorg dari Batavia diperlukan waktu sekitar 4 jam melewati jalan ini.
Bahkan Marsekal Herman Willem Daendels pernah tak bisa mencapai Buitenzorg dalam waktu satu hari karena kondisi jalan yang buruk, disebabkan sungai di tepi jalan ini meluap hingga menyebabkan jalan yang dilewati bagaikan rawa-rawa.
Pada KM 34 terdapat Pasar Cimanggis, sebuah tempat yang dahulu dimiliki oleh tuan tanah yang rumahnya terletak tidak jauh dari situ. Tempat ini jaman dulu merupakan pos perhentian bagi orang-orang yang tengah melakukan perjalanan ke Buitenzorg atau Tjipanas. Di sini orang bisa beristirahat sejenak sambil mengganti kuda-kuda mereka dengan kuda yang lebih segar kondisinya. Maklum perjalanan ke Buitenzorg bukanlah hal yang mudah dikarenakan kondisi jalan yang buruk waktu itu.
Kondisi Jalan Raya Bogor saat ini memang sangat jauh berbeda dibandingkan masa lalu. Di kanan kirinya telah penuh dengan bangunan-bangunan baru dengan peruntukan sebagai rumah pribadi, kantor, pabrik maupun toko-toko. Kalaupun masih ada yang bisa dijadikan penanda masa lalu, itu adalah pohon-pohon asam tua yang masih tumbuh beberapa buah berderet di sepanjang jalan ini.
Disamping itu masih ada satu-dua rumah besar milik bekas tuan-tanah yang masih berdiri menunggu runtuh secara perlahan karena sikap generasi sekarang juga