Cucu menantu menyampaikan pesan terima kasih Nyonya Meneer
dilaporkan: Setiawan Liu
Semarang, 5 Agustus 2022/Indonesia Media – Enam tahun yang lalu, tepatnya 5 Agustus 2016, Lauw Ping Nio alias Nyonya Meneer (lahir di Sidoarjo, Jawa Timur, pada tahun 1895 – wafat tahun 1978 pada umur 83 tahun) seorang wirausahawan di bidang industri jamu di Indonesia; almarhum mungkin mau menyampaikan pesan terima kasih. Bagaimana tidak, 44 tahun setelah Nyonya Meneer meninggal, Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo menganugerahkan tanda kehormatan Satyalancana Kebudayaan dengan jabatan pelestarian jamu dan herbal. “Yang sangat berkesan buat saya sebagai cucu menantu, falsafah dan perjuangan hidup Nyonya Meneer. Ketika lebih dari 100 tahun lalu, belum banyak orang yang terdorong untuk dunia pengobatan, beliau sudah merintis,” cucu menantu Nyonya Meneer, Seno Budiono mengatakan kepada Redaksi.
Namanya berasal dari beras menir, yaitu sisa butir halus penumbukan padi. Ibunya mengidam dan memakan beras ini sehingga pada waktu bayi yang dikandungnya lahir kemudian diberi nama Menir. Karena pengaruh ejaan Belanda ejaan Menir berubah menjadi Meneer. Selain dari Presiden Jokowi, beliau juga mendapat penghargaan budaya (kehormatan Satyalancana Kebudayaan) atas dedikasi dan pengabdian dalam merintis pengembangan jamu tradisional menjadi produk industrial sehat, oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy (sekarang Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan). “Apalagi, beliau seorang wanita yang banting tulang. Tepatnya thn 1919, (apa yang dilakukan Nyonya Meneer) sangat jarang. Sekolahnya tidak tinggi, tapi pemikiran yang luar biasa. Beliau bekerja dengan ulet, kemauan keras, otaknya brilliant,” kata Seno melalui sambungan telpon.
Kearifan semasa hidupnya tetap mengena pada cucu dan cucu menantunya. Seno mengaku, kenal Nyonya Meneer dua tahun sebelum meninggal. Tepatnya tahun 1976 – 1977, ia sering main ke rumahnya yang bertetanggaan. Waktu itu, ia tinggal di satu komplek jamu di pinggiran kota Semarang. Letak pabrik berada di belakang komplek, sedangkan rumah-rumahnya berjejeran di bagian depan. “Kami tinggal di satu komplek. Saya naksir (kagum) dengan salah seorang cucunya yang sekarang menjadi istri saya. Kalau saya apel (temu di malam minggu), berpapasan dengan Nyonya Meneer,” kata Seno.
Setelah hampir dua tahun mengenalnya, Nyonya Meneer meninggal pada tahun 1978. Beliau masih sempat bercerita banyak hal kepadanya, terutama pengalaman pribadi. Nyonya Meneer bukan dari kalangan orang kaya, tapi sebaliknya, hidupnya sangat menderita. Kondisi ekonomi sangat menyedihkan, sampai beliau pernah mau bunuh diri. Caranya, ia sempat nekat mau nyemplung ke dalam sumur dekat rumahnya. “Nekat karena kondisi (ekonomi) susah. Tapi ketika mau nyemplung (ke dalam sumur), ada suara terngiang ‘ … jangan, jangan lakukan itu!!’ …. Kamu akan dikasih jalan …’. Beliau menceritakan pengalaman berharga kepada saya. Tindakan nekat tersebut pun batal dilakukan. Beliau berjuang sampai akhirnya berhasil membangun pabrik Nyonya Meneer pada tahun 1919,” kata Seno.
Cerita tersebut sangat berkesan dan hampir tidak terpikir betapa dramatis kehidupan Nyonya Meneer. Kondisi kesehatan baik-baik saja, tapi waktu itu, justru kondisi suaminya yang sakit-sakitan. Meskipun sudah melakukan berbagai pengobatan, tetapi penyakit suami Meneer tak kunjung sembuh. Akhirnya, Nyonya Meneer mencoba meracik aneka tumbuhan dan rempah untuk diminum suaminya. Rupanya, penyakit sang suami berangsur-angsur sembuh. “(Kesembuhan suaminya) akhirnya terdengar tetangga-tetangganya. Mereka minta jamu tersebut, itu lah Tuhan memberi jalan kepada Nyonya Meneer,” kata Seno Budiono.
Dari semua cerita dan pelajaran berharga, Seno mengaku sering berdoa. Seno tergerak untuk mendoakan supaya arwahnya berada di sisi Tuhan dengan sempurna. Setiap kali ia berdoa, selalu teringat berbagai cerita inspiratif tentang kehidupan yang penuh makna semasa hidupnya Nyonya Meneer. “Saya mendoakan, sehingga cukup sering (komunikasi batin dgn Nyonya Meneer),” kata Seno. (sl/IM)