Pemerintah saat ini giat menghidupkan lagi kekuatan industri pertahanan bikinan dalam negeri. Salah satunya PT Pindad di Bandung, Jawa Barat. Mampukah bersaing? “Kalau dipacu di lintasan lurus, kecepatannya bisa sampai 100 kilometer per jam,” kata Ramdani, staf teknisi panser Anoa produksi PT Pindad, kepada Jawa Pos. Pagi itu pemegang surat izin mengemudi (sim) khusus B-II panser Mabes TNI tersebut mengajak Jawa Pos test drive panser angkut personel itu.

Panser itu bermesin Renault (Prancis). Lintasan untuk uji coba melewati kompleks PT Pindad Bandung yang luasnya mencapai 66.000 m2 Transmisi otomatis bergigi enam membuat tarikan Anoa terasa halus.Panser dengan bobot mati (tanpa penumpang) 11 ton itu juga bisa menikung hingga sudut 45 derajat dengan mulus, nyaris tanpa persiapan atau pengurangan kecepatan. Saat uji coba Panser tersebut melaju dengan kecepatan 50-60 km per jam karena track didesain berliku-liku. “Panser ini juga bisa naik dengan sudut kemiringan 45 derajat,” jelas Timbul.
Karena beroda enam dan mempunyai mesin dengan enam silinder, panser itu diberi label 6 x 6. Nama Anoa dipilih karena hewan asal Pulau Sulawesi itu dikenal sebagai binatang yang tangguh di segala medan. “Ini jenis APC atau armored personnel carrier, jadi untuk angkutan pasukan, bukan panser untuk penyerbuan,” kata Timbul.
Anoa didesain agar tahan serangan. Rodanya padat antipeluru, antiranjau 
Panser itu juga dilengkapi senjata otomatis kaliber 7,62 mm dan 12,7 mm yang bisa dioperasikan secara otomatis, tanpa tentara yang berdiri memegangnya di atas. Hal itu lebih aman karena biasanya operator senjata otomatis yang berdiri sendirian di atas panser adalah target empuk sniper (penembak jitu) lawan. Di Anoa, semuanya dikendalikan dari dalam kabin dengan sistem komputerisasi Euro 3.
Direktur Utama PT Pindad Dr Adik Avianto Sudarsono memang sengaja meminta Jawa Pos mencoba langsung panser kebanggaan Pindad itu. “Jangan cuma pegang atau naik saja, tapi lihat bengkelnya, lihat pembuatan bodi dan perakitannya, dan juga harus test drive agar tahu rasanya,” kata Adik saat wawancara khusus di ruang kerjanya dua jam sebelum uji coba, Minggu lalu (24/1).
Menurut Adik, panser itu benar-benar dibuat dari nol oleh para teknisi Pindad di Bandung. “Kami mengerjakan dari awal, tidak hanya mengencangkan baut dan mur,” kata lulusan ITB (Institut Teknologi Bandung) itu. Satu-satunya yang diimpor dari Anoa adalah mesin dan sistem komputernya. “Kami menggunakan Renault dari Prancis. Yang lain murni Indonesia. Jadi, ini panser Bandung rasa Prancis-lah,” katanya lantas tertawa.

Awalnya, saat ditanya sanggup memenuhi berapa panser, Adik hanya menjawab 30. Tapi, ketika didesak terus, dengan nekat dia menyebut 80. “Tapi, kami justru dapat kepercayaan sampai 150,” jelasnya.Sumber daya Pindad, kata Adik, sebenarnya sudah sangat siap. Namun, karena lama dan tua (berdiri pada 1808, dua abad yang lalu!), produksinya cukup tersengal-sengal. “Ibaratnya pelari cepat, tapi tak pernah berlatih. Biasanya hanya jalan, ini tiba-tiba dipaksa lari lagi,” katanya.
Soal harga panser, kata bapak tiga anak itu, juga terjadi tawar-menawar ala 
Pasar utama Pindad adalah pemerintah. “Kalau tidak dibeli pemerintah, kami mati,” katanya. Pindad memang bisa dan diperbolehkan mengekspor produk senjata ke luar negeri. Tapi, persentasenya tidak besar, hanya sekitar 20 persen. “Visi kami memang menjadi industri pertahanan terkemuka. Tapi, misi kami adalah memenuhi segala kebutuhan TNI dan Polri di dalam negeri,” kata Adik.

Namun, yang lebih mendasar, kata Adik, adalah kemampuan Pindad mentransformasi pengetahuan dari luar negeri. “Dua puluh tiga tahun lalu kita baru membantu merakit, sekarang sudah bisa produksi sendiri,” katanya bangga.Pada 1987, dengan perjanjian lisensi dengan perusahaan Inggris, Pindad untuk kali pertama merakit 10 unit tank Scorpion. Hal itu menambah pengetahuan para teknisi di bidang kendaraan tempur .
Saat itu perbaikan dan pemeliharaan tank Scorpion juga dilakukan di Pindad. 















