Sebagai tuan rumah, Pramono tidak sendirian. Dia didampingi Anggota Komisi XI dari FPDIP Eva Kusuma Sundari dan Anggota Komisi I dari FPKB Lily Chodijah Wahid. Kedua anggota DPR tersebut juga dikenal sangat kritis kepada pemerintah. Para aktivis yang menjadi tamu itu dikenal sebagai kelompok ”tanpa kompromi” terhadap pemerintah. Mereka, antara lain, jubir presiden era Gus Dur Adhie Massardi, dosen UI Boni Hargens, serta pegiat LSM Haris Rusli Moti dan Iwan Dwi Laksono.
”Ada warga Cikeas yang mengusir presidennya. Ini bukti kemarahan masyarakat sudah mengerucut ke pimpinan nasional. Solusinya bukan sekadar memperbaiki iring-iringan pengawal presiden,” kata Adhie Massardi ketika mulai bersuara tentang keresahannya itu.
Menurut Adhie, pengusiran rakyat terhadap presiden tersebut tidak pernah dialami para presiden sebelumnya. Apalagi, masyarakat yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya sudah terbiasa berimpit-impitan dan terjebak dalam kemacetan. Karena itu, keluhan seorang warga Cikeas, Bogor, terhadap rombongan presiden yang kerap membikin kemacetan tersebut lebih sebagai ekspresi ketidakpuasan terhadap pemerintahan.
”Kalau tidak disikapi dengan bijaksana, ini sinyal konflik vertikal masyarakat dengan penyelenggara negara,” ingat mantan wartawan itu.
Haris Rusli Moti menyampaikan, Petisi 28 sangat menyesalkan kebijakan menaikkan tarif dasar listrik yang telah memicu kenaikan berbagai kebutuhan pokok. ”Termasuk, ledakan tabung gas yang korbannya mungkin telah melebihi jumlah korban teroris,” sindirnya.
Pramono Anung menampung semua kritik tersebut. Bahkan, mantan Sekjen DPP PDIP itu menimpali dengan penuh semangat. Pram juga mengakui persoalan tabung gas tidak ditangani dengan baik. Menurut dia, pemerintah seharusnya melakukan reevaluasi. Tabung gas yang bermasalah ditarik kembali dan rakyat dimudahkan mendapat bahan bakar. ”Jangan malah masyarakat yang disalahkan. Ini kan program pemerintah yang dipaksakan,” katanya.