Singapura – Bila ditangani dengan sungguh-sungguh, disertai dengan visi jelas, industri penerbangan sipil Indonesia memiliki masa depan yang cerah. Perkembangan yang diperlihatkan oleh maskapai nasional Garuda Indonesia dan Lion Air menjadi tanda yang jelas mengenai hal itu. Pandangan ini disampaikan Senior Vice President Boeing untuk Wilayah Asia Timur dan Tenggara Robert K Laird dalam wawancara khusus dengan Kompas dan Angkasa di sela-sela Pameran Kedirgantaraan Singapura, Rabu (3/2) siang.

Kembali pada prospek penerbangan di Indonesia, Laird mengatakan, ada beberapa faktor yang berperan. Pertama, perekonomian Indonesia seperti terisolasi dari perekonomian dunia (sehingga seperti tidak terkena dampak, meskipun perekonomian dunia melesu). Berikutnya, ada sosok-sosok pemimpin Garuda dan Lion Air yang memiliki visi tentang penerbangan. Bagi perusahaan pembuat pesawat, seperti Boeing, hal itu sangat menggembirakan karena berarti pesanan pesawat akan terus datang meskipun secara umum pesanan dunia menurun.
Dari Garuda dan Lion, Boeing banyak mendapat pesanan pesawat jet komersial untuk jarak pendek
Lompatan Garuda – Dalam upaya untuk memperkenalkan program yang dijalankan oleh maskapai yang dipimpinnya, Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar dalam jumpa pers di arena Singapore Airshow, Rabu siang kemarin, menyebutkan, guna menyongsong lonjakan jumlah penumpang, dari 10,3 juta tahun 2009 menjadi 27,6 juta pada tahun 2014, Garuda akan meningkatkan jumlah armada pesawatnya, dari 56 menjadi 116. Selain menjadi lebih banyak, armada Garuda pada masa depan harus lebih bisa diandalkan dan lebih efsien.

C-17 terbang lintas – Untuk demo terbang, setelah hari pertama, Selasa, pameran disemarakkan dengan penampilan dua jet buatan Amerika, yakni F-111 dan A-10 Thunderbolt, Rabu kemarin, sensasi muncul di pengujung acara, yaitu ketika tiba-tiba ada pemunculan jet angkut berbadan gendut milik Angkatan Udara AS, yakni C-17 Globemaster III.
Pesawat angkut yang meskipun bermesin jet, tetapi mampu beroperasi di landasan sederhana ini
terbang lintas dua kali. Dalam terbang lintas berketinggian rendah itu, pengunjung dapat melihat jelas sosok Globemaster yang dikembangkan antara dekade 1980-an untuk penggelaran cepat berskala strategis global ini. (NIN, dari Singapura)
















