
Baginya, Blitar bukan sekedar dikenal dengan makam Bung Karno (presiden pertama Republik Indonesia) tetapi juga berbagai intangible asset. Salah satunya yakni pluralisme dan toleransi antar warga Blitar. Terlepas apa suku, agama, ras, antar golongan, warga Blitar terus memupuk persaudaraan antar sesama manusia. “Begitu banyak yang hadir (temu kangen), kami tidak memandang latar-belakangnya. Begitu banyaknya, saya bingung (kenali) dan agak sulit untuk kenali satu-satu.”
Sementara itu, istri Djarot yakni Happy Farida juga mengatakan hal yang sama. Ia mengatakan acara Kangen sudah beberapa kali diselenggarakan. Khusus di Gedung NAM Kemayoran saja sudah tiga kali dalam kurun waktu satu tahun belakangan ini. “Sebelum Bapak pindah ke Jakarta (menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta (Desember 2014), kami juga sering hadir. Saya selalu dampingi Bapak,” Happy mengatakan kepada Redaksi.
Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar mengatakan bahwa intangible asset yakni perpaduan antara budaya, alam, religi Blitar. Sehingga Samanhudi cenderung menerapkan pola pembangunan Blitar yang bertumpu pada kualitas SDM (sumber daya manusia). Kongkritnya, SDM bisa mengeksplorasi intangible asset tersebut untuk meningkatkan roda perekonomian daerah Blitar. “Potensi pariwisata dengan kekayaan budaya, alam, religi. Kami kemas, dan mobilisasi SDM di Blitar. Mereka bisa mendampingi turis-turis selama kunjungan ke Blitar. Multiplier effect sangat besar, terutama pertumbuhan ekonomi dan pendapatan daerah,” Samanhudi mengatakan kepada Redaksi.
Di tempat yang sama, Gunawan (Papa sineas Livi Zheng, dosen University of Southern California) mengatakan bahwa kesibukan bukan hambatan untuk temu kangen warga Blitar. Gunawan dan istrinya, Lily juga berasal dari Blitar. “Kami beraktivitas di Jakarta, jarang pulang ke Blitar,” kata Gunawan.
Gunawan menilai Gedung NAM sudah pas sebagai tempat penyelenggaraan acara Kangen Blitar. Tak heran, selama tiga kali berturut-turut, acara Blitar selalu dihadiri Djarot, Samanhudi dan Rijanto. “Sudah tiga kali di sini (Gedung NAM Kemayoran). Semua makanan juga khas Jawa Timur, khususnya Blitar. Karena mereka juga bukan kangen teman, tapi makanan.”( Setiawan Liu / IM )















