Sersan Dua (TNI AD) Huang Su Yun Ubah Penilaian Negatif WNI Tionghoa yang Pilih Profesi Tentara
dilaporkan: Setiawan Liu
Jakarta, 26 September 2023/Indonesia Media – Di tengah teriknya sinar matahari, tepatnya di lapangan Monas saat pameran Alutsista (Alat Utama Sistem Senjata) TNI (Tentara Nasional Indonesia) digelar (24/9 – 27/9), beberapa anggota KOWAD (Korps Wanita Angkatan Darat) terlihat warawiri sambil memandu beberapa pengunjung. Terlihat beberapa turis asing juga mampir di beberapa booth (stan) pameran alutsista tersebut. Salah satu anggota KOWAD yang wara wiri memandu pengunjung di booth Direktorat Topografi TNI AD (DITTOPAD), yakni Winnie Huang (Huang Su Yun). Anggota KOWAD keturunan Tionghoa, kelahiran Pemangkat Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Kalbar) 19 Februari 2001 menjelaskan kepada pengunjung berbagai hal terkait topografi. “Sejak saya dilantik Dankodiklat (Komando Pembina Doktrin, Pendidikan dan Latihan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat) tahun 2021, menjadi Sersan Dua (pangkat bintara peringkat kelima dalam kemiliteran), penempatan pertama saya langsung di DITTOPAD,” kata Winnie.
Masih adanya penilaian negatif terhadap WNI keturunan Tionghoa, Winnie menampiknya. Terutama di lingkungan TNI AD, khususnya di DITTOPAD, ia tidak pernah merasakan adanya praktik diskriminasi rasial. Bahkan ia bisa membaur secara alami, termasuk bagaimana ia memandu beberapa juniornya di lingkungan DITTOPAD. “Saya enjoy saja, suasana kebersamaan dan jiwa korsa (semangat perasaan keakraban dalam korps. Sejatinya antar kawan dalam tentara harus saling setia, bahu-membahu dan melindungi juga sudah menyatu,” kata Winnie.
Kilas balik awal mula ia bergabung pada KOWAD, yakni ketika aktif sebagai anggota PASKIBRA (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka) di Kalbar. Waktu itu, ia masih sekolah dan dipercaya sebagai salah satu anggota PASKIBRA. Setelah lulus SMU, tepatnya tahun 2020, ia mendaftar sebagai anggota KOWAD. Ia mengaku termotivasi untuk daftar pada TNI AD setelah melihat seniornya di PASKIBRA. “Senior saya itu sudah menjadi tentara. Dari situ, semangat saya muncul untuk gabung dan menjadi bagian dari KOWAD,” kata Winnie.
Ketika ia mulai mendaftar di KODAM XVII/Tanjungpura Kalbar. Detik-detik ia mendaftar, ada rintangan dari kedua orang tuanya. Mereka merasa khawatir saat itu, mengingat profesi tentara secara umum memang didesain untuk perang. Selain, kedua orang tuanya juga melihat sosok Winnie sebagai keturunan Tionghoa tidak lazim menggeluti profesi KOWAD. “Tapi saya sering memberi pengertian yang benar kepada mereka (orang tua) agar tidak terlalu khawatir. Terbukti, selama saya ikut pendidikan sampai dilantik (oleh Dankodiklat), semua diperlakukan sama. Peserta Diklat dari Sabang – Merauke, tidak dibeda-bedakan. Tidak ada atasan atau siapapun yang melihat apa latar belakang kita, termasuk saya dari kalangan etnis TIonghoa,” kata Winnie yang lancar berbahasa Hakka.
Selama membaur dengan anggota lain di DITTOPAD, ia juga menikmati berbagai kegiatan dan keterlibatan pada topografi. Sebagaimana DITTOPAD, fungsinya melaksanakan survei atau kegiatan pengukuran di permukaan bumi dimana pengamat melakukan kontak langsung dengan objek yang akan dipetakan. Selain itu, ada survey data secara fotogrametri (kegiatan untuk memperoleh informasi tentang objek fisik dan lingkungan di sekitarnya). “Bertugas di DITTOPAD, tidak pernah ada masalah, (sebaliknya) saya enjoy saja. Sebelum ditempatkan pada DITTOPAD, saya ikut pendidikan selama lima bulan di Bandung, dan empat bulan di Solo. Kami melakukannya (pendidikan dan latihan) bersama-sama. Kalau ada kesalahan, semua kena. Ini jiwa korsa (semangat perasaan keakraban dalam korps).Terlepas dari itu, kami saling mengingatkan satu sama lain, kompak, sejatinya antar kawan dalam tentara harus saling setia. Kami juga menghindari pelanggaran sekecil apapun,” kata Winnie. (sl/IM)