Anda pasti sudah mendengar tentang trem yang pernah menjadi moda transportasi
andelan warga Ibukota di Jakarta ( Batavia ). Secara histories, pemerintah kolonial Belanda sudah
menciptakan trem kuda tahun 1869, berlanjut dengan trem uap 1881 di Jakarta alias Batavia.
Kereta trem di Jakarta mungkin bagi anak muda zaman sekarang merupakan hal yang
asing, bahkan belum tahu itu apa. Alat transportasi bernama trem mulai diperkenalkan di Batavia pada
1869. Trem pada masa itu ditarik oleh kuda. Trem ini adalah satu kereta panjang, jalan di atas rel, ditarik
tiga sampai empat ekor kuda dan kusirnya menggunakan tanda dengan meniup terompet.Trem ini disebut
juga Tramway pada zaman Belanda yang dimulai di Kota Intan ( Pasar Ikan atau Pelabuhan Sunda Kelapa
) sehingga di Harmonie Rumah Bola ( sekarang Sekretariat Negara ) dan di sinilah jalan tramway terpecah
dua : Rel ( rail ) yang satu menerus ke Tanah Abang dan Rel yang lain melalui Pintu Air ke Pasar Baru,
Lapangan Banteng depan Gedung Pengadilan Tinggi, Pasar Senen, Kramat terus ke Jatinegara, seperti trem
listrik yang belakangan. Rel (rail tramway) merupakan lubang sebesar rodanya dapat masuk. Keretanya
besar dapat muat 40 oarang. Tarifnya dari Kota Intan ( Pasar Ikan ) ke Kramat 10 sen dan dari Kramat ke
Jatinegara 10 sen juga, demikian pun dari Kota Intan ke Tanah Abang melalui Harmonie ( sekarang Jalan
Majapahit ) pun 10 sen.
Tiap lima menit lewat satu trem antara pukul lima pagi sampai delapan malam. Tiap
penumpang mendapat satu karcis yang dicap dengan nomor jalan. Penjual karcis yang terima permintaan;
bila ada yang hendak turun atau naik; ia membunyikan bel untuk kusir memutar semacam kompas, ialah
rem. Jika hendak turun, karcis harus dikembalikan kepada penjualnya.
Berbeda dengan trem uap tahun 1881 ini yang digerakan dengan bakaran api. Trem ini
hampir sama, hanya kepalanya sudah merupakan kereta api lokomotif. Dikemudikan oleh seorang masinis
dan dua orang kondektur berseragam, tapi tanpa alas kaki alias nyeker.
Trem itu memiliki kelas satu dan kelas dua dan masih ada gerbong khusus kelas tiga
untuk orang pribumi yang membayar dengan murah dan kebanyakan orang miskin yang tidak punya
banyak uang. Katanya apabila mereka membayar dengan tarif penuh, mereka boleh duduk di kelas satu
atau kelas dua. Tapi pada waktu itu yang mampu membayar hanya golongan pribumi kaya.
Perlu dijelaskan sedikit perihal pembuatan atau asal muasal trem sama dengan kereta api
dan kereta listrik. Perbedaannya hanya trem dioperasikan untuk di dalam kota dan kemudian kereta api atau
kereta listrik dioperasikan untuk luar kota atau jarak jauh. Juga kecepatan trem kira-kira 30-40 per jam, lain
dengan kereta api atau kereta listrik yang bisa mencapai kecepatan dengan 60-100 per jam.
Sekarang kita beralih pada trem listrik tahun 1950-an, dengan jaringan yang masih
beroperasi di beberapa jalan utama di Jakarta. Kendaraan pengangkut umum peninggalan kolonial Belanda
itu merupakan sarana transportasi public yang banyak digunakan oleh masyarakat biasa. Ada beberapa
lintasan trem yang waktu itu disebut lin- dari bahasa Belanda Lijn atau lintasan- yang melintasi jalan-jalan
di Jakarta. Lin terpanjang ialah lin satu yang melintasi mulai dari Kampung Melayu hingga Pasar Ikan
( Kota Intan ) yang melalui Jatinegara Barat, Matraman Raya, Salemba, Senen, Lapangan Banteng, Jalan
Veteran, Gajah Mada, Glodok, dan Museum Fatahillah. Di stasiun trem Kampung Melayu yang merupakan
akhir lin satu, terdapat lingkaran di ujung rel yang dapat diputar 180 derajat untuk membalikkan arah trem.
Seluruh jaringan trem di Jakarta waktu itu kalau tidak salah ada lima lin. Jadi selain lin
satu, ada lin dua, lin tiga, lin empat, dan lin lima. Beberapa jalan utama yang juga dilintasi trem listrik ini
selain yang telah disebutkan pada lin satu tadi ialah Jalan Cut Mutiah, Wahid Hasyim ( dulu Jalan Asem
Lama ) memotong Jalan Tanah Abang Raya ( Jalan Abdul Muis ), Harmonie, dan bertemu dengan lintasan
lin satu. Yang melewati Jalan Cut Mutiah ialah lin lima yang datang dari Kramat, kemudian belok melalui
jalan kecil Kalipasir. Ada juga lin lima yang melintas dari Jalan Kramat Raya, melalui Senen Raya terus ke
Gunung Sahari yang berakhir di Jembatan Merah ( seberang pabrik cat PAR atau PATNA dulu ).
Lin dua dari Pasar Ikan ( Kota Intan ) melintasi Jalan Gajah Mada, Jalan Majapahit,
Merdeka Utara, Gambir dan terus hingga Menteng Prapatan. Lin tiga bentuknya lebih pendek hanya
beroperasi dari Pasar Ikan (Kota Intan) melalui Jalan Fatahillah, Jalan Pintu Besar Selatan, Jalan Pasar
Pagi, Jalan Perniagaan, Jalan Angke dan berakhir di Pasar Jembatan Lima (Kota). Trem lin empat mulai
dari Pasar Ikan (Kota Intan) melintasi Jalan Gajah Mada, Sawah Besar, Pasar Baru, Jalan Gunung Sahari
Berakhir di Jalan Kramat Raya ( Pool ) dan kembali lagi ke Pasar Ikan (Kota Intan). Pool dan bengkel besar
trem listrik terletak di Jalan Kramat Raya, di seberang gedung CTC yang kemudian dipakai sebagai pool
Sayang sekali pada sekitar 1959 trem listrik dihentikan pengoperasiannya. Entah
mengapa sebabnya, mungkin karena sulit mengoperasikannya, atau tidak ada dana untuk merawat dan
meremajakannya. Bekas relnya sekarang sudah tertutup aspal jalanan, tidak ada bekasnya lagi. Pada waktu
penggalian di pinggir jalan daerah kota untuk proyek peremajaan kota tua oleh pemerintah DKI Jakarta
pada 2006 ditemukan beberapa bekas rel trem listrik ini. Tiang-tiang penyangga kabel listriknya pun sudah
tidak ada lagi dan ini merupakan “ kebodohan “ dari kita setelah merdeka. Kurang dapat merawat dan
meningkatkan sarana public yang penting seperti trem listrik, dan juga karena kurang mempunyai tenaga
ahli di bidang tata kota, khususnya bidang transportasi umum. Trem listrik merupakan alat transportasi
umum yang sangat praktis dan bebas polusi. Di banyak kota-kota besar di Eropa dan Asia seperti
Amsterdam, Switzerland (Swiss), Russia dan juga Hongkong, China, Jepang dan Korea trem listrik yang
merupakan transportasi umum andalan banyak orang. Bagi orang yang tinggal atau ikut tour di Amerika
ini, sudah tidak asing lagi melihat trem listrik terutama San Francisco, Los Angeles dan Washington dll.
Kalau saja trem listrik ini tidak dihapus, paling tidak sesulitan sarana transportasi
umum di Jakarta setelah 1970-an tidak akan parah. Sarana transportasi umum BUSWAY yang dibangun
pemerintah DKI Jakarta setelah 2006 juga tidak perlu dibuat seluruhnya karena beberapa karidor sudah ada
trem listrik, misalnya karidor busway Kampung Melayu ke Kota sudah ada lin satu trem listrik di jalur yang
Selain di Jakarta, trem listrik juga pernah beroperasi di Surabaya, Solo, Yogyakarta
dan Malang yang umumnya sudah hilang atau ditutup pada sekitar 1961. Di Jakarta trem hilang, karena
dicap sudah ketinggalan zaman alias kuno, juga dianggap mengganggu lalu lintas kota. Berakhirlah sejarah
trem di Jakarta ( Batavia ) zaman baheula atau zaman kuda gigit besi.
Agar jangan sampai ngantuk membaca sejarah trem ini, bacalah humor ini :
( S A L A H T U J U A N )
Seorang lelaki yang sedang mabuk naik trem dan duduk di sebelah perempuan yang sudah berumur.
Si nenek memandangi Si pemabuk itu dari atas ke bawah, kemudian berkata, “ Tahu nggak, kamu ini
sedang menuju ke neraka !!” Si lelaki yang mabuk itu langsung melompat kaget seraya berteriak,
“ Stop……….Stop………Kiri………Aku salah tujuan.!! “
“MELAWAN LUPA” : tak ada isu HAM atas Capres-cawapres 2009: MEGAWATI -PRABOWO (situs: http://t.co/lLeMTAoZsM) knp skg ada???