Sekelompok massa pengunjuk rasa di beberapa kota telah merusak patung-patung para jenderal Konfederasi yang memimpin pemberontakan terhadap pemerintah AS selama perang saudara tahun 1861-1865.
Menanggapi hal itu, Presiden Donald Trump mencerca gerombolan yang mencoba merobohkan patung-patung pemimpin Konfederasi dan tokoh sejarah lain, serta menyebut pengunjuk rasa berusaha menghapus sejarah Amerika Serikat.
Ketika pada Jumat (3/7/2020) berbicara di Mount Rushmore, yang terkenal dengan pahatan empat mantan Presiden AS, Trump memperingatkan bahwa aksi unjuk rasa atas kesenjangan ras di kalangan masyarakat Amerika telah mengancam fondasi sistem politik AS.
“Jangan salah, revolusi budaya sayap kiri ini dirancang untuk menggulingkan revolusi Amerika. Anak-anak kita diajari di sekolah untuk membenci negara mereka sendiri,” kata Trump dalam acara peringatan Hari Kemerdekaan AS.
Acara itu dipadati sekitar 7.500 orang, yang banyak di antaranya tidak memakai masker dan melanggar imbauan pejabat kesehatan setempat untuk menghindari pertemuan besar guna memperlambat penyebaran Covid-19.
Dalam kerusuhan nasional setelah kematian George Floyd, seorang pria kulit hitam yang meninggal dalam tahanan polisi di Minneapolis, pengunjuk rasa di beberapa kota telah merusak patung-patung para jenderal Konfederasi yang memimpin pemberontakan terhadap pemerintah AS selama perang saudara tahun 1861-1865.
Para pengunjuk rasa dalam satu kesempatan gagal merobohkan patung Presiden AS Andrew Jackson, yang terletak di luar Gedung Putih.
Jackson, yang dikenal karena kebijakan populisnya, memiliki budak dan membuat ribuan penduduk asli Amerika terusir dari tanah mereka.
“Massa yang marah mencoba merobohkan patung-patung pendiri kita, merusak tugu peringatan yang paling suci, dan melepaskan gelombang kejahatan dengan kekerasan di kota-kota kita,” kata Trump.
Trump telah menentang usulan untuk mengganti nama pangkalan militer AS yang berasal dari nama salah satu jenderal Konfederasi.
Ia menjanjikan hukuman keras bagi orang yang merusak patung.
Acara di Mount Rushmore bukan merupakan kampanye resmi. Tetapi, pernyataan Trump menyentuh tema kampanye utama yang dimaksudkan untuk memperkuat basis politiknya menjelang pemilihan 3 November mendatang.
“Ada fasisme paling kiri baru yang menuntut kesetiaan absolut. Jika Anda tidak berbicara bahasa, melakukan ritual, melafalkan mantra-mantra, dan mengikuti perintah-perintahnya maka Anda akan disensor, dibuang, dimasukkan dalam daftar hitam, dianiaya, dan dihukum. Tidak akan terjadi pada kita,” kata Trump.
Sementara itu, sejumlah penduduk asli Amerika yang berunjuk rasa ditangkap setelah memblokir jalan menuju Mount Rushmore di Dakota Selatan, menurut video yang disiarkan langsung di media sosial.
Mereka mengkritik kunjungan Trump karena meningkatkan risiko penyebaran Covid-19 dan merayakan kemerdekaan AS di wilayah yang dianggap suci bagi mereka.
Acara itu diselenggarakan ketika tujuh negara bagian AS mencatat rekor jumlah kasus baru Covid-19, yang telah menjangkau lingkaran dalam Trump.
Kimberly Guilfoyle, pejabat senior kampanye sekaligus pacar Donald Trump Jr, putra Trump, sebelum acara dinyatakan positif Covid-19 di Dakota Selatan, dan Trump Jr dinyatakan negatif corona.
Presiden Trump akan mengadakan perayaan lain tepat pada Sabtu, 4 Juli, di Washington.
Dikritik, Trump rayakan Hari Kemerdekaan AS di Gunung Rushmore
Presiden Donald Trump akan memulai perayaan Hari Kemerdekaan AS, yang diperingati setiap 4 Juli, dengan perjalanan ke Gunung Rushmore pada Jumat, kendati muncul perhatian soal kerumunan di tengah pandemi serta kritik dari masyarakat pribumi.
Rencananya, Trump akan menyaksikan pertunjukan kembang api bersama ribuan orang di tenggara dengan ukiran wajah empat sosok presiden AS George Washington, Thomas Jefferson, Theodore Roosevelt, dan Abraham Lincoln di wilayah Dakota Selatan tersebut.
Situs bersejarah yang terkenal itu tidak lagi menjadi tempat pertunjukan kembang api sejak 2009 atas pertimbangan lingkungan.
Namun Trump mengupayakan perayaan di sana, sementara pemerintah mengatakan kawasan Hutan Nasional Black Hills telah “lebih kuat”.
Selain itu, pemerintah juga menyebut teknologi kembang api sudah jauh lebih maju.
Kegiatan itu akan menjadi acara terakhir bagi Trump bersama kerumunan orang banyak–menentang rekomendasi para pakar kesehatan untuk menghindari perkumpulan massa di tengah lonjakan kasus positif Covid-19 di seluruh wilayah AS.
Sekitar 7.500 orang diperkirakan akan menghadiri perayaan tersebut. Masker akan disediakan, namun tidak wajib dikenakan.
Kelompok masyarakat pribumi, yang dilaporkan akan melakukan aksi protes, telah mengkritik rencana kunjungan Trump atas risiko penyebaran virus corona serta perayaan kemerdekaan di lokasi yang mereka anggap keramat.
Democratic National Committee (DNC)–badan di bawah Partai Demokrat, rival partai Trump–dalam cuitan di Twitter menyebut bahwa Trump tak menghormati kelompok masyarakat pribumi, sementara acara itu sendiri “melanggengkan supremasi kulit putih”.
Hal tersebut berkaitan dengan Washington dan Jefferson yang dikenal sebagai bapak bangsa yang juga mempunyai budak.
“Bukannya melakukan tanggung jawab mendasar pemerintahannya pada Hari Kemerdekaan, Donald Trump justru masih saja meremehkan virus corona, dengan meminta melambatkan tes, melawan aturan pembatasan sosial, dan juga menunjukkan kepada warga AS mengapa dirinya tak pantas untuk empat tahun lagi berada di Gedung Putih,” kata DNC, Kamis (2/7/2020).
Gubernur Dakota Selatan yang berasal dari Partai Republik–tempat Trump juga bernaung, Kristi Noem, menyatakan kepada Fox News awal pekan ini bahwa mereka yang khawatir akan Covid-19 bisa diam di rumah, namun “kami tidak akan melakukan pembatasan sosial.”
Dakota Selatan merupakan wilayah kantong suara Partai Republik yang dimenangkan Trump pada pemilu 2016 lalu.
Beberapa pekan terakhir, Trump juga mendapat kritik atas acara besar yang melibatkan banyak orang di Oklahoma dan Arizona dengan sedikit kepatuhan terhadap aturan pembatasan sosial.( WK / IM )