HO CHI MINH CITY, –Â Arogansi China terhadap negara-negara tetangganya dalam sengketa Laut China Selatan seolah memberi ”berkah tersembunyi”, terutama bagi Vietnam. Selama ini negeri itu terpecah, tetapi kini bersatu atas nama semangat nasionalisme melawan China.
Fenomena itu, menurut Nguyen Xuan Dien, salah seorang akademisi asal Hanoi yang juga aktivis anti-China, Senin (26/9), terjadi dan terus menguat, terutama di tingkat akar rumput.
Menurut Dien, sejak Juli lalu, dia melihat para pengunjuk rasa di Hanoi tak ragu memampangkan nama-nama prajurit asal Vietnam Selatan yang tewas melawan China pada tahun 1974.
”Ketika itu, 74 prajurit Vietnam Selatan tewas dalam pertempuran di Kepulauan Paracel. Saya rasa penghormatan seperti itu adalah yang pertama kali diperlihatkan secara terang- terangan,” ujar Dien.
Sementara itu, menurut Le Hieu Dang (67), bentuk penghormatan serupa seharusnya juga sejak lama diperlihatkan pemerintah secara resmi. Dang adalah mantan intelijen Vietnam Selatan yang sekarang bekerja di sebuah lembaga swadaya masyarakat.
Pernyataan gembira lainnya juga diungkapkan para veteran Angkatan Laut Vietnam Selatan, yang berperang di Kepulauan Paracel ketika itu.
Menurut para veteran itu, pengakuan tersebut adalah sebuah sinyal yang sangat positif. Hal itu karena ke-74 prajurit yang tewas terbunuh saat berjuang mempertahankan Vietnam dan bukan melindungi rezim Saigon (Vietnam Selatan) ketika itu.
Empat dekade telah berlalu pasca-perang Vietnam yang memecah negeri itu menjadi dua bagian. Vietnam utara berpihak kepada komunis dan Vietnam selatan yang pro-agresor Amerika Serikat.
Pascaperang, isu rekonsiliasi masih terus menjadi kendala. Stigmatisasi terutama dihadapi dan dirasakan oleh mereka yang berasal dan dahulu mendukung Vietnam Selatan.
Setelah AS hengkang dari negeri itu, tidak sedikit warga Vietnam Selatan yang melarikan diri ke luar negeri mencari suaka dan perlindungan lantaran khawatir ”balas dendam”. Beruntung, belakangan ini kemarahan terhadap Beijing mengubah persepsi itu. Nasionalisme mulai terbentuk walau masih sebatas di tingkat akar rumput.
Seperti diketahui, baik China maupun Vietnam serta empat negara lain, yaitu Taiwan, Malaysia, Brunei, dan Filipina, bersengketa di wilayah perairan Laut China Selatan. Keenam negara mengklaim berhak atas sebagian atau seluruh wilayah itu.
China mengklaim seluruh Laut China Selatan sebagai wilayahnya. Klaim itu memicu kemarahan, terutama dari dua negara anggota ASEAN yang paling keras menentang China, yaitu Vietnam dan Filipina.
Klaim China berbenturan dengan klaim mereka di kawasan teritorial masing-masing, seperti di sekitar perairan Kepulauan Spratly dan Paracel.
Sejumlah insiden, baik dengan kapal nelayan, kapal sipil, maupun kapal militer China, semakin memanaskan situasi akhir-akhir ini.
Melawan dominasi China
Selain mengintimidasi lima negara lainnya, China juga melarang perusahaan-perusahaan eksplorasi minyak dan gas bumi asing yang bekerja sama dengan Vietnam membangun pengeboran dan pengilangan minyak di kawasan yang dipersengketakan.
Akibatnya, pada tahun 2007 perusahaan minyak BP Plc menghentikan rencana eksplorasinya di lepas pantai Vietnam, yang dalam kasus ini menjadi sengketa lantaran diklaim pula oleh China.
Situasi itu membuat Pemerintah Vietnam berang. Menteri Luar Negeri Vietnam Luong Thanh Nghi menyebut upaya mempersoalkan hak Vietnam dalam kawasan Zona Ekonomi Eksklusif sejauh 200 mil laut, seperti dilakukan China, adalah upaya sia-sia.
Namun, Vietnam tetap menggelar kerja sama eksplorasi di kawasan perairannya dengan negara lain, dalam hal ini dengan India. Hal itu ditandai dengan penandatanganan kerja sama dengan perusahaan minyak Pemerintah India, ONGC Videsh, pada Jumat lalu, dalam bentuk kerja sama jangka panjang.
Kerja sama itu tentu saja memicu kemarahan China, seperti terungkap dalam surat kabar milik Partai Komunis Negeri Tirai Bambu tersebut. Dalam opininya, surat kabar itu menyebut India berpotensi melanggar kedaulatan wilayahnya.
Apalagi, China dan India pernah terlibat perang berdarah pada tahun 1962, juga dalam konteks perebutan wilayah perbatasan di Himalaya.
Menghadapi tuduhan China lewat surat kabar Partai Komunis-nya itu, India berkeras mereka tidak melanggar wilayah kedaulatan siapa pun. Menurut pihak India, ONGC Videsh menandatangani kontrak kerja sama dengan Vietnam untuk mengeksplorasi sumber daya alam yang ada di wilayah teritorial Vietnam.
Selain ONGC Videsh, perusahaan India lainnya, Essar Oil yang merupakan anak perusahaan Essar Exploration and Production Limited, juga berencana memperluas area kerja samanya di Vietnam.
Sejumlah analis menilai peningkatan hubungan kerja sama India di Vietnam merupakan cara negara itu mengimbangi kehadiran China di Asia Selatan. China memang sangat ambisius meningkatkan pengaruh di kawasan sekitarnya.