Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Pandjaitan mengatakan tidak mungkin Indonesia melakukan lobi untuk mempertemukan Presiden RI Joko Widodo dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama. “Indonesia bangsa besar, bukan pengemis,” ucapnya kepada Tempo, Minggu, 8 November 2015.
Sebelumnya, beredar kabar bahwa Indonesia menyewa perusahaan konsultan asal Singapura, R&R Partners Inc, untuk bekerja sama dengan perusahaan lobi di Las Vegas, Pereira International PTE LTD. Perusahaan di Las Vegas itu selanjutnya mengatur pertemuan Jokowi dengan Obama. Indonesia disebutkan membayar US$ 80 ribu.
Berita mengenai lobi pertemuan dua kepala Negara itu muncul setelah Michael Buehler, pengajar ilmu politik Asia Tenggara di School of Oriental and African Studies, University of London, mengunggah tulisannya di situs New Mandala dengan judul Waiting in the White House Lobby.
Menurut Michael, lobi ini dikerjakan Luhut, bukan Kementerian Luar Negeri. Padahal seharusnya yang bertanggung jawab atas urusan tersebut adalah Kementerian Luar Negeri di bawah Menteri Retno Marsudi. Ia juga menduga tidak ada koordinasi yang baik antara Luhut dan Retno.
Luhut membantah semua pernyataan tersebut. Menurut dia, tidak ada lobi yang terjadi. Ia juga membantah lemahnya koordinasi antara dia dan Menteri Retno. Menurut dia, agenda kunjungan kerja Presiden Jokowi itu sudah diatur jauh-jauh hari oleh Kementerian Luar Negeri.
Luhut menantang Michael menunjukkan bukti tanda tangan perwakilan Indonesia yang membuat perjanjian tersebut. “Siapa yang tanda tangan? Tunjukkan,” ucapnya saat dihubungi Tempo.
Retno juga sejalan dengan Luhut. Dalam konferensi pers pada Sabtu, 7 November 2015, Retno menuturkan tidak ada lobi dalam kunjungan Jokowi ke Amerika itu. Ia juga mengatakan kunjungan tersebut sudah dipersiapkan dalam waktu yang lama.
Menurut Retno, Kementerian Luar Negeri juga tidak membayar jasa pelobi dalam mempersiapkan kunjungan Presiden Jokowi ke Amerika Serikat. Dalam kunjungan tersebut, ucap Retno, ada penandatanganan empat memorandum of understanding di bidang maritim, energi, pertahanan, dan bahan bakar minyak penerbangan alternatif yang bernilai lebih dari US$ 20 miliar.( Tp / IM )