Daniel Tjen, menilai tipe kepemimpinan militer demokratis
dilaporkan: Setiawan Liu
Jakarta, 30 Agustus 2021/Indonesia Media – Selama 30 tahun lebih berkarir dalam militer, khususnya Kesehatan TNI AD, Mayjen (Pur.) Daniel Tjen tidak pernah melihat gaya dan tipe kepemimpinan otoriter dan kaku, sebaliknya berguna dan applicable pada berbagai ranah kehidupan. “(kepemimpinan militer) play by the book, play by the rules, (artinya) sesuai dengan koridor. Dia bekerja sesuai dengan tatanan yang diatur, tidak akan menabrak dan ada fleksibilitas,” kata Daniel Tjen saat ditemui Redaksi di ruang kerjanya di Gedung Cell Cure RSPAD Jakarta.
Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang tata kelola pemerintahan (Oktober 2019 – Desember 2020) ini juga menilai bahwa militer universal, dan (tipe kepemimpinan) militer diterapkan dimana-mana. Ia mengibaratkan komando atau perintah pada suatu organisasi militer, seperti komandan. Pada saat perintah di deliver kepada anak buahnya, dia yakin anak buahnya mengerti apa isi perintah. Komandan yakin bahwa anak buahnya mengerti isi perintah dan sebaliknya. Perintah harus terukur dan deliverable. “Militer demokratis dan tidak kaku. Mungkin (kepemimpinan) pengusaha yang cenderung tidak demokratis dan kaku,” kata putra daerah pulau Bangka, prov. Bangka Belitung (Babel)
SOP (standard operating procedure) nya, misalkan pada rapat staf dan pimpinan, pasti ada saran intelijen serta bagaimana perkiraannya. Dari segi personel, staf menyampaikan perkiraan jumlah personel yang dibutuhkan. Begitu pula logistic, staf menentukan dukungan logistic dalam bentuk apa. Staf melakukan survey sesuai dengan tugas masing-masing. Dia cari informasi, setelah itu masing-masing staf membuat saran sesuai fungsi. “Semua dibahas dengan komandan sampai ada keputusan Bersama. Setelah itu, semua commit walaupun ada perbedaan di dalam. Perbedaan diselesaikan dan setelah itu evaluasi,” kata pemilik nama Tionghoa Tjen Djan Liang.
Kepemimpinan dalam militer, seorang komandan bisa sebagai guru, teman, bapak dan lain sebagainya tetapi situasional. Kepemimpinan juga ada ruang untuk agree dan disagree. Hal ini merupakan cerminan dari demokrasi. “Esensinya, menerima perbedaan. Tapi konteks perbedaan untuk memperkaya, bukan untuk diperdebatkan,” kata Daniel Tjen. (sl/IM)