Beragam kebijakan Bank Indonesia dinilai tak tepat. Sejumlah target indikator ekonomi dari otoritas bank sentral itu pun diniali kerap meleset. Dengan dasar itu, pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia Faisal Basri menilai Bank Indonesia sudah tak lagi kredibe.
“BI tidak kredibel. Kenapa? (Kebijakan BI) tidak diikuti kok oleh pasar,” kata Faisal dalam Seminar Nasional “Outlook Perkonomian Indonesia Tahun 2015” yang digelar BI, Kamis (4/12/2014). “Dia (BI) naikkan suku bunga (acuan), BCA (berencana) turunkan bunga.”
Sebagai pengibaratan situasi tersebut, Faisal menggunakan istilah perbankan net interest margin (NIM)–selisih antara pendapatan dari bunga kredit perbankan dengan pengeluaran untuk bunga simpanan masyarakat–dengan mengatakan, “Kalau BI minta NIM perbankan diturunkan tetapi tidak mau menurunkan NIM-nya sendiri, ini kan aneh.”
Pada Selasa (18/11/2014), BI menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) menjadi 7,75 persen, sehari setelah Presiden Joko Widodo menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Dengan menggunakan contoh soal kebijakan moneter ini, Faisal meminta BI lebih berhati-hati ketika mengeluarkan kebijakan.
Faisal pun mengaku mendapat informasi bahwa Rapat Dewan Gubernur BI sudah sering berlangsung dengan situasi “hangat”. “Tidak semua sepakat tentang naiknya suku bunga yang terlalu responsif,” ujar dia.
Menurut Faisal, kenaikan harga BBM bersubsidi yang berimbas pada kenaikan inflasi tak membuat aliran modal berbalik meninggalkan Indonesia (capital outflow). “Return pasar keuangan Indonesia cukup baik, bahkan pada pekan lalu (mencapai) 20 persen,” sebut dia.
Faisal berpendapat, tidak mungkin investor memindahkan dana dari negara yang memberikan pendapatan sebesar 20 persen dari nominal investasi yang ditanamkannya itu ke Amerika serikat sekalipun yang hanya memberikan return 7,5 persen.
“Kan enggak masuk akal. Jadi tolonglah BI insaf. Betul-betul ini BI betul-betul harus berpikir out of the box. Jangan pakai teori-teori yang menyesakkan hati,” tegas Faisal.
Proyeksi target meleset
Adapun contoh lain bahwa BI tidak kredibel, sebut Faisal, adalah tujuh kali pengubahan target pertumbuhan ekonomi oleh otoritas moneter ini. “Artinya apa? Instrumen yang BI lakukan bukannya mempengaruhi ekonomi, tetapi mengikuti langgamnya ekonomi,” sebut Ketua Tim Reformasi Tata Niaga Migas ini.
Sudah begitu, kata Faisal, revisi target pertumbuhan indikator ekonomi oleh BI pun kerap kali meleset. Target pertumbuhan ekonomi yang dipatok BI pada level 15 persen sampai 17 persen,m misalnya, ternyata hanya tumbuh 13 persen. “Target-targetnya meleset semua,” kata dia.
Pada bagian lain, Faisal merasa aneh dengan nilai tukar rupiah yang belum juga rebound (menguat kembali) ketika cadangan devisa naik. “Numpuk cadangan devisa buat apa sih? Jaga-jaga The Fed naikkan suku bunga?” tanya dia.
Menurut Faisal, tidak mungkin bank sentral Amerika Serikat akan menaikkan suku bunga secara ekstrem dalam setahun ke depan. Masalah ekonomi di Amerika Serikat, kata dia, sedemikian kompleks. “Kalau suku bunga (The Fed) naik pun, akan sangat-sangat gradual, dan paling cepat mulai Oktober 2015. Kita nabungnya setahun, yang sengsara perekonomian,” sebut dia.
Faisal pun menyoroti nilai tukar rupiah yang masih ‘nyungsep’ saat pasar keuangan sudah mulai rebound. “Saya rasa, kembali kekhittah lah BI. Bukan untuk menyelamatkan macam-macam. Tapi dilihat keberadaannya,” ujar dia.
“Ingat betapa mahalnya ongkos yang harus dibayar oleh orang-orang muda yang lagi kredit KPR BTN (kredit untuk kepemilikan rumah, red) yang sekarang tiap bulan naik terus bunganya. Itungeluhnya ke BI saja, karena BI yang menginginkan seperti itu,” ujar dia.
kalau BI (Central Bank of Indonesia) sudah Tidak Kredibel, gimana denga Perekonomian Indonesia ??? dan kurs dollar semakin Anjlok, apakah Ramalan 2015 Indonesia akan Ambruk akan menjadi Kenyataan ???