Sketsa Sejarah Mengenai Tumbuhnya Islam Haluan Keras Di Indonesia


Kontinuitas sejarah membuat kelompok Islam selalu resistent terhadap tekanan tekanan, seperti yang dilakukan Bung Karno terhadap DI/TII,

May Swan - pengirim tulisan ini

kemudian dizaman Jendral Murdani, yang menghabisi golongan garis keras. Ba’ashir dan Ali Sungkar pontang panting ke Malaysia.

350 tahun dibawah kekuasaan Belanda, kelompok Islam dipojokkan. Hampir tak ada pasukan kerajaan Belanda yang terdiri dari prajurit Islam. Juga para ningrat Jawa tidak mensupport Islam, karena mereka memegang teguh tradisi budaya Jawa.Jenjang karir di pemerintahan dan big buisness hanya melalui sekolah Belanda, umat Islam pada umumnya memilih pendidikan pesantren, yang deadlock kalau mau terus keatas.

Bung Karno

Baru setelah Jepang berkuasa, pemerintah militer mendukung kelompok Islam. Jepang membidani lahirnya partai Islam yang terkuat saat itu (sampai dibubarkab Bung Karno), yakni Masyumi. Kedua perhimpunan Muslim, Muhamadyah dan Nahdlatul Ulama berkolaborasi dengan pemerintah Jepang.Jepang sangat antipati pada kelompok Kristiani, yang mereka nilai lebih bersimpati pada Belanda atau Sekutu. Juga pemerintah Jepang tidak menyukai kelompok Tionghoa.

Dibawah pemerintahan Jepang, dibolehkan pasukan milisia Muslim dilatih militer, yakni pasukan Hisbullah. Panglima pertama kita, Sudirman, juga tumbuh dari kalangan Muhamadyah. Beda dengan jendral Urip Sumohardjo, yang seharusnya, menurut pengalaman dan military knowhow menjadi panglima. Pak Urip sudah menjabat pangkat Mayor dalam pasukan Belanda, lulus dari akademi militer Breda, di Negeri Belanda.

Jadi ke-menonjol-an kelompok Islam sudah mulai disaat pendudukan

Bendera Dai Nippon

Jepang, dimana semangat anti Barat (sekaligus anti Kristiani) dipupuk. Kader kader politik Islam ditempa dan kian menguat diseluruh Tanah Air sejajar dengan semangat perjuangan melawan Barat. Perlawanan terhadap Belanda yang paling keras adalah di Aceh, wilayah yang sangat islami.

Bung Karno dalam bukunya “Dibawah Bendera Revolusi” jelas menunjukkan simpati beliau pada sistem kenegaraan Turki, dimana negara yang berbasis penduduk Islam tetap mengedepankan azas sekularisme. Tetapi, perkembangan sejarah menunjukkan, bahwa tekanan mengadaptasi akidah Islam di Indonesia sangat kuat, mulai dari konsep Piagam Jakarta.Bahkan, dibawah Pak Harto ada ormas ormas yang terang terangan menolak azas Pancasila, tetapi berazaskan Islam. Jawaban pak Harto: tak’ gebug!

Didampingi kaum nasionalis, terutama dibawah panji panji PNI dan kaum kiri, dibawah PKI dan Murba, Bung Karno berhasil mem-balance kekuatan kaum ultra kanan, yang kemudian memberontak dibawah DI/TII, PRRI dan lain lainnya.Balance ini berakhir, dengan dibabatnya kaum nationalist dan kiri sejalan dengan pembantaian 1965 dan pembuangan tokoh tokoh mereka ke pulau Buru.Sedihnya, bahkan keturunan tahanan pulau Buru dan anggauta PKI kini berduyun duyun menjadi santri. Agar tak di kejar kejar lagi.

Buku Dibawah Bendera Revolusi

Beberapa wilayah di Jawa Tengah, antara lain Surakarta, Boyolali, Sragen, Temanggung, Ponorogo, yang dulu adalah benteng kaum kiri, kini menjadi tempat persembunyian teroris. Saya jadi ingat komentar seorang rekan Austria di kantor: “Amerika bak menjinakkan ular kobra, yang kemudian mematuknya: menggunakan kekuatan negara konservatif Islam, untuk menghantam komunisme, yakni Afganistan. Akhirnya dihajar kaum Taliban, yang dijinakkannya, ditengah New York pada 11 September”. Jadi, ya, tidak mengherankan, begitulah kejadiannya..(Salam dari Arya  Agastya  – penulis di milis RumahKitaBersama /Yahoo Groups/kiriman May Swan/IM)

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *