Amerika Serikat (AS) tengah mengkaji pengenaan tarif bea masuk 124 produk asal Indonesia. Padahal, Indonesia merupakan salah satu negara Generalized System of Preference (GSP) dari pemerintah AS, yaitu negara yang mendapat fasilitas keringanan bea masuk dari negara maju untuk produk-produk ekspor negara berkembang dan miskin.
Direktur Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka Kementerian Perindustrian, Mudhori, mengatakan pencabutan GSP telah dilakukan pada produk tekstil oleh AS sejak 2005. Menurutnya, pencabutan ini menjadi tanda bahwa perekonomian Indonesia semakin membaik.
“Kita kan negara sudah maju sudah tidak diperbolehkan mendapatkan fasilitas itu lagi. Kan sudah masuk dalam kelompok G-20 itu negara yang sudah maju,” ungkapnya saat dihubungi Merdeka.com.
Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, menjelaskan alasan pengenaan tarif bea masuk terhadap 124 produk tersebut karena Amerika ingin memperbaiki defisit perdagangan terhadap Indonesia. Produk yang selama ini paling banyak diekspor ke Amerika Serikat adalah frozen food (makanan beku) dan kertas.
“(124 direview) Sama seperti Indonesia, mereka juga ingin mengurangi trade defisit. Ya produk kita ke sana seperti frozen food dan sebagainya, kertas juga kena juga,” jelasnya.
Menteri Airlangga menambahkan pemerintah akan mencari upaya lain untuk mengantisipasi dampak kebijakan perang dagang Amerika Serikat terhadap Indonesia. Mengingat Amerika Serikat memiliki banyak kepentingan ekonomi di Indonesia.
“Tentu kita cari produk baru dan tentu dalam tanda petik kita akan cari langkah berikutnya. Kita harus antisipasi. Nah kan banyak sebetulnya kepentingan ekonomi Amerika Serikat di Indonesia,” tandasnya.
Lalu apa saja dampak pada Indonesia saat AS resmi meluncurkan serangan dagang nanti?
1. Harga produk RI di AS tak kompetitif
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Oke Nurwan mengatakan, pengenaan bea masuk akan membuat produk Indonesia menjadi tidak kompetitif. Sebab, harga produk yang diekspor tersebut akan lebih mahal sehingga dikhawatirkan akan kalah bersaing.
“Ya jelas akan dampak ke kita. Produk kita jadi kurang kompetitif. Harganya naik kan,” ujar dia.
2. Defisit neraca perdagangan RI sulit diperbaiki
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Oke Nurwan, mengatakan dampak yang lebih besar yaitu ke neraca perdagangan Indonesia. Neraca perdagangan akan semakin sulit mencapai surplus jika ekspornya mengalami hambatan.
“Itu ada (dampak ke neraca perdagangan) tapi enggak boleh saya yang ngobrol (ungkapkan),” kata dia.
3. Ekonomi daerah penghasil komoditas ekspor terpukul
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), Bambang Brodjonegoro, mengatakan rencana Amerika Serikat mengenakan tarif bea masuk terhadap 124 produk asal Indonesia dapat mengganggu nilai ekspor Indonesia. Hal ini juga dikhawatirkan dapat mengganggu perekonomian daerah penghasil komoditas ekspor ke AS.
“Mengenai perang dagang, di dalam perang dagang yang paling ditakutkan adalah adanya proteksi tarif tinggi yang kemudian bisa memengaruhi ekspor. Kalau ekspor produk atau komoditi terganggu, kita khawatirkan nanti perekonomian di daerah penghasil komoditas atau barang ekspor tersebut bisa terganggu,” ujar Menteri Bambang di Ritz Carlton, Jakarta.
4. Indonesia dapat menegosiasikan perjanjian baru yang menguntungkan
Direktur Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka Kementerian Perindustrian, Mudhori mengatakan, pasca merebaknya rencana pengkajian tarif impor oleh AS, Indonesia tentu akan terus melakukan negosiasi kerja sama perdagangan dengan negeri Paman Sam itu.
“Nah kemudian statement (pengkajian tarif impor) bagi kita kabar positif kita bisa negosiasi ulang dengan Amerika. Justru dengan ini beri peluang untuk bisa masuk dialog lagi. Masuk pasar (Amerika) tanpa GSP. Ayo Amerika mau beli apa lagi dari Indonesia,” ungkapnya ketika dihubungi merdeka.com.
“Jadi ini peluang. Apabila pemerintah bahu-membahu dengan pengusaha kita bisa dapat peluang pasar yang lebih besar lagi,” imbuhnya.
5. Pencabutan GSP tekstil tak berdampak besar pada RI
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat, mengatakan bahwa kebijakan Trump tersebut tidak berpengaruh signifikan pada industri tekstil Indonesia. “(Dampak pencabutan GSP tekstil) Biasa saja. Tidak terlalu signifikan,” ungkapnya ketika dihubungi merdeka.com, Jakarta.
Dia menjelaskan selama ini kinerja ekspor produk TPT (Tekstil dan Produk Tekstil) Indonesia ke Amerika relatif stabil, meskipun bea masuk yang dikenakan negeri Paman Sam itu berkisar antara 12 sampai 30 persen.( Mdk / IM )
nah loh Indonesia akan seperti Cacing kepanasan dengan adanya Perang Ekonomi si Trump, ini baru kecil saja loh, bagaimana kalau lebih besar atau secara total ? apa Indonesia akan beralih kenegara-negara Arab sono ? seperti si Rijig tuh numpang kabur
hayo yang Anti Amrik pada bicara dong….jangan diem melempem